KOMPAS.com - Kobra penyembur --termasuk di dalamnya kobra Jawa (Naja sputatrix)-- dikenal bukan hanya karena bisanya yang mematikan, tetapi juga karena kemampuannya yang luar biasa untuk menyemburkan bisa langsung ke mata musuhnya dari jarak jauh.
Tapi bagaimana ular ini bisa menembak dengan akurasi begitu tinggi? Sebuah studi tahun 2010 oleh Bruce Young dari University of Massachusetts mengungkap jawabannya — melalui eksperimen yang tidak biasa, dengan dirinya sendiri sebagai target.
Dalam percobaan ini, Young mendekati seekor kobra penyembur sambil menggoyangkan kepalanya ke kiri dan kanan, tetap berada di luar jangkauan serangan fisik ular. Sang ular, merasa terganggu, mengangkat tudungnya sebagai peringatan. Ketika Young terus mendekat, ular itu menyemburkan dua aliran bisa yang diarahkan tepat ke matanya.
Untungnya, Young mengenakan pelindung wajah dari bahan Perspex. Tanpa perlindungan itu, bisa kobra akan mulai menghancurkan korneanya dalam hitungan menit, dan bisa menyebabkan kebutaan permanen jika tidak segera ditangani.
"Tanpa visor pelindung, bisa itu akan mulai menghancurkan kornea saya, dan saya hanya punya beberapa menit untuk mencari bantuan medis sebelum mengalami kebutaan permanen," kata Young.
Meski terdengar berbahaya, eksperimen ini dilakukan untuk memahami secara detail bagaimana kobra penyembur bisa membidik begitu presisi.
Baca juga: Mengapa Ular Kobra di Indonesia Kerap Masuk Permukiman?
Bisa ular kobra penyembur yang berbahaya hanya efektif jika mengenai mata — terkena kulit atau tertelan tidak menimbulkan efek serius. Maka dari itu, kobra harus mengarahkan semburan tepat ke mata, sebuah target kecil yang bergerak, dari jarak hingga 1,5 meter.
Mekanisme semburannya sendiri sangat cepat — semburan hanya berlangsung selama 50 milidetik. Selain itu, taring kobra tidak memiliki “nozel” yang dapat diarahkan, sehingga ular tidak dapat menyesuaikan arah semburan setelah dimulai.
"Kobra harus mengenai target yang bergerak menggunakan semacam pistol air yang dipasang di mulut, tanpa waktu untuk menyesuaikan arah semburan setelah memulai," tulis Young.
Baca juga: Asal-usul Kobra Ternyata dari Asia, Bukan Afrika
Dalam penelitiannya, Young bekerja bersama dua kolega, Guido Westhoff dan Melissa Boetig. Mereka menggunakan kamera berkecepatan tinggi untuk merekam gerakan ular dan semburannya. Selain itu, pelindung wajah Young dilengkapi akselerometer untuk mencatat gerakan kepalanya. Tim ini berhasil merekam data dari lebih dari 100 semburan.
Hasilnya, mereka menemukan bahwa kobra bereaksi terhadap gerakan kepala yang tiba-tiba dan patah-patah — bukan gerakan besar atau lama, tetapi gerakan yang mengubah arah secara mendadak.
"Semburan dipicu oleh gerakan kepala yang melibatkan perubahan arah mendadak," jelas Young. "Ini memberi kesempatan bagi ular untuk memprediksi arah gerakan berikutnya."
Rata-rata, kobra mulai menyembur sekitar 200 milidetik setelah mendeteksi gerakan seperti itu — waktu reaksi yang sebanding dengan manusia.
Namun, jika waktu reaksi ular memakan 200 milidetik untuk memulai semburan, berarti ular akan selalu tertinggal dari target yang sudah bergerak. Bagaimana ular bisa tetap mengenai sasaran?
Baca juga: 8 Perbedaan Ular Kobra dan King Kobra
Kunci keberhasilan kobra ternyata ada pada kemampuannya untuk memprediksi posisi selanjutnya dari mata target.