KOMPAS.com - Di tengah semesta yang luas dan penuh misteri, di antara gelombang gravitasi dan singularitas ruang-waktu, suara lembut seorang pemimpin spiritual dunia menggema dengan pesan yang tegas dan penuh harapan: tidak ada pertentangan antara iman dan ilmu pengetahuan. Sains dan iman bukan musuh, tetapi sahabat dalam pencarian kebenaran dan perdamaian.
Paus Fransiskus, pemimpin Gereja Katolik yang dikenal akan kepeduliannya terhadap umat manusia dan planet bumi, mengajak para ilmuwan untuk menjadikan sains sebagai jalan menuju kebenaran, perdamaian, dan kesejahteraan bersama.
Baca juga:
Dalam Konferensi Spesola Vatikan tentang “Lubang Hitam, Gelombang Gravitasi, dan Singularitas Ruang-Waktu,” pada tanggal 26 Oktober 2023, Paus Fransiskus tidak hanya menyambut hangat para ilmuwan, tetapi juga mengingatkan pentingnya harmonisasi antara iman dan sains. Dengan mengangkat nama Georges Lemaître—imam sekaligus ilmuwan Belgia yang meletakkan dasar teori Big Bang—Paus menunjukkan bahwa iman dan sains bukanlah dua dunia yang bertentangan.
Paus membuka sambutannya dengan penuh penghormatan kepada Lemaître, yang kini namanya diabadikan bersama hukum Hubble sebagai “Hukum Hubble-Lemaître”, berkat pengakuan dari International Astronomical Union. Lemaître, ujar Paus, adalah contoh teladan tentang bagaimana iman dan ilmu pengetahuan dapat hidup berdampingan, bahkan saling memperkaya.
“Ia memahami bahwa sains dan iman menempuh dua jalan yang berbeda dan sejajar, yang tidak saling bertentangan. Jalan-jalan ini justru bisa selaras satu sama lain, karena keduanya berakar pada Kebenaran Mutlak dari Allah,” ujar Paus.
Dalam pandangannya, meski keduanya menempuh jalur yang berbeda, namun tidak saling bertolak belakang. Justru sebaliknya, keduanya dapat saling melengkapi an saling mengilhami.
Ia menegaskan bahwa penelitian ilmiah terhadap asal-usul dan struktur alam semesta menimbulkan kerinduan akan makna yang mendalam bagi manusia. Menurut Paus, pertanyaan-pertanyaan besar tentang kosmos, waktu, dan ruang bukan hanya bidang eksklusif fisika atau astronomi, tetapi juga menyentuh wilayah teologi, filsafat, dan kehidupan spiritual.
“Gereja memperhatikan penelitian seperti ini dan bahkan mendorongnya, karena ia menyentuh kepekaan dan intelegensi manusia zaman ini,” tambahnya.
Baca juga: 5 Warisan Pemikirannya Paus Fransiskus untuk Dunia
Dua hari kemudian, pada 28 Oktober 2023, Paus kembali berbicara dalam forum ilmiah, kali ini di hadapan para peserta Sidang Pleno Akademi Ilmu Pengetahuan Kepausan (Pontifical Academy of Sciences) di Vatikan. Forum yang berlangsung selama tiga hari itu mengangkat tema “Ilmu Dasar untuk Pembangunan Manusia, Perdamaian, dan Kesehatan Planet”.
Dalam pidatonya, Paus menyampaikan keprihatinan atas dunia yang sedang dilanda krisis—mulai dari perubahan iklim, peperangan, hingga meningkatnya ketimpangan sosial. Ia mendorong agar ilmu pengetahuan dasar tidak hanya diarahkan untuk kemajuan teknologi semata, tetapi juga untuk menjawab tantangan kemanusiaan.
“Dorongan menuju pencapaian ilmiah harus selalu diarahkan pada kebutuhan akan persaudaraan, keadilan, dan perdamaian. Tujuannya adalah membantu menghadapi tantangan besar umat manusia dan lingkungan,” tegasnya.
Paus juga menyatakan dukungannya terhadap pendekatan interdisipliner: sains yang menjalin dialog dengan filsafat, etika, dan teologi, dalam upaya merawat bumi sebagai “rumah bersama”.
“Saya mengucapkan selamat karena Anda tetap menjaga tujuan untuk menghubungkan ilmu dasar dengan tantangan masa kini... demi pembangunan manusia, perdamaian, dan kesehatan planet,” ujar Paus.
Ia pun mengingatkan bahwa dunia saat ini seperti berada dalam “perang dunia ketiga yang terfragmentasi”, sehingga sains harus “dilucuti dari potensi destruktifnya” dan justru dijadikan kekuatan untuk perdamaian.
Baca juga: Profil dan Perjalanan Hidup Paus Fransiskus yang Wafat di Usia 88 Tahun
Masih di tahun yang sama, dalam pesan video tertanggal 2 Juli 2023, Paus Fransiskus menegaskan pandangannya dalam acara internasional “Science for Peace” yang digelar oleh Keuskupan Teramo-Atri dan Universitas Teramo, bertempat di Sanctuary of St. Gabriel of Our Lady of Sorrows, di kaki pegunungan Gran Sasso, Italia. Tempat ini tak jauh dari Laboratori Nazionali del Gran Sasso, pusat riset bawah tanah terbesar di dunia.