优游国际

KOMPAS.com - Selama ini kita sering dengar bahwa penyebab berat badan naik itu karena kebanyakan makan . Tapi ternyata, menurut penelitian baru, jawabannya bisa jadi lebih rumit dari sekadar "kebanyakan makan, kurang gerak". Para ilmuwan dari Loughborough University menyebut satu faktor penting yang sering terlewat: ketidakstabilan gaya hidup.

Biasanya kita pikir berat badan naik itu perlahan—misalnya karena tiap hari kita makan kalori lebih dari yang dibakar, walau cuma sedikit. Tapi menurut Arthur Daw dan timnya, kenyataannya tidak selalu seperti itu. Mereka melihat bahwa berat badan cenderung naik dalam lonjakan-lonjakan kecil yang berhubungan dengan perubahan atau gangguan dalam hidup kita.

Contohnya? Stres karena ujian, pindah rumah, jadi orang tua baru, atau bahkan saat kita liburan dan pesta makanan ketika Lebaran atau Natal. Semua itu bisa bikin pola makan dan gerak berubah drastis—dan akhirnya berat badan pun ikut naik.

“Ketidakstabilan gaya hidup bisa jadi faktor risiko besar dalam kenaikan lemak tubuh. Ini penting banget untuk strategi pencegahan obesitas,” kata Daw.

Baca juga: Apakah Obesitas Dipengaruhi oleh Genetika?

Teknologi Buktikan: Kenaikan Berat Badan Gak Selalu Stabil

Dengan adanya teknologi seperti Fitbit, kita sekarang bisa melacak perubahan berat badan dan aktivitas secara lebih detail. Hasilnya? Kenaikan berat badan ternyata tidak merata dari hari ke hari. Justru seringnya terjadi setelah masa-masa penuh gangguan atau tekanan—baik itu fisik, mental, atau sosial.

Satu penelitian bahkan menunjukkan bahwa makan junk food selama lima hari saja sudah bisa memicu proses dalam tubuh yang bikin lebih gampang gemuk.

Stres dan Hormon Bikin Kita Makan Berlebihan

Stres ternyata bukan cuma bikin pusing, tapi juga bisa bikin berat badan naik. Saat stres, tubuh menghasilkan hormon kortisol, yang bisa menekan fungsi tubuh seperti metabolisme—alias kemampuan membakar kalori dan memberi sinyal pda tubuh agar menyimpan lemak. Kortisol juga bisa membuat kita ngidam makanan manis karena pengaruhnya terhadap insulin dan gula darah.

Kalau zaman dulu itu berguna untuk mempertahankan kondisi tubuh di masa sulit atau lari dari bahaya, sekarang justru membuat kita kalap makan saat stres karena tagihan atau kerjaan.

Baca juga: Bagaimana Kurang Tidur Bisa Memicu Obesitas?

Lalu, Harus Bagaimana?

Daw dan timnya menyarankan agar strategi menjaga berat badan tidak hanya fokus pada pola makan dan olahraga, tapi juga memperhatikan kapan dan mengapa kita rentan mengalami kenaikan berat badan. Di sinilah teknologi dan bahkan kecerdasan buatan bisa membantu, misalnya untuk mendeteksi saat kita mulai “keluar jalur” karena stres atau perubahan rutinitas.

“Kalau kenaikan lemak terjadi karena momen-momen tertentu, intervensinya bisa cukup dilakukan saat-saat itu saja,” jelas tim peneliti.

Penelitian ini juga mengingatkan bahwa berat badan kita dipengaruhi banyak hal, termasuk yang kadang di luar kendali. Jadi, daripada hanya terpaku ke angka di timbangan, lebih penting untuk fokus ke gaya hidup sehat secara keseluruhan—makan seimbang, cukup gerak, dan menjaga kestabilan emosi serta rutinitas.

Kalau kamu sering heran, “kok berat badan naik padahal tidak ngerasa makan banyak?”, bisa jadi jawabannya ada di sini. Mungkin bukan makanan yang salah, tapi hidup yang terlalu banyak kejutan!

Baca juga: Apa Penyebab dan Faktor Risiko Obesitas?