Oleh: Andini Pramono, Katelyn Barnes
BARU-baru ini media massa memberitakan tentang meningkatnya kasus diabetes pada anak di Indonesia.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan kasus diabetes pada anak melonjak hingga 70 kali lipat sejak 2010 hingga awal 2023.
Baca juga:
Angka itu muncul ke publik dari pernyataan IDAI bahwa prevalensi diabetes anak pada 2010 adalah 0,028 per 100.000 anak, sementara per Januari 2023 angkanya 2 per 100.000 anak.
Jika hal itu benar, angka itu sangat mengkhawatirkan orang tua dan masyarakat. Saya telah mencari sumber data atau laporan aslinya namun tidak dapat menemukan.
Namun data kelebihan berat badan pada anak di negeri ini bisa memberikan gambaran risiko diabetes.
Data Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan 10,8 persen dan 9,2 persen anak berusia 5-12 tahun mengalami kegemukan dan obesitas, secara berurutan. Keduanya merupakan salah satu faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan terjadinya diabetes.
Karena itu, menurunkan angka kegemukan dan obesitas pada anak merupakan langkah preventif untuk mengurangi risiko terjadinya diabetes tipe 2, diabetes karena gaya hidup saat mereka dewasa.
Banyak penelitian menyebutkan menyusui merupakan faktor pelindung dari terjadinya diabetes tipe 1 (pada anak) dan tipe 2 baik pada anak pada masa mendatang maupun bagi ibu. Memberlakukan cukai gula juga penting untuk menurunkan konsumsi gula di masyarakat.
Diabetes terdiri dari dua tipe. Diabetes tipe 1 biasanya muncul pada usia anak yang disebabkan oleh kondisi genetik.
Baca juga:
Sedangkan diabetes tipe 2 biasanya muncul karena pengaruh gaya hidup dan mayoritas menimpa orang dewasa.
Meski dalam berita tidak disebutkan tipe diabetes mana yang meningkat, namun kedua tipe diabetes ini merupakan kondisi kronis, yang hingga saat ini tidak ada obat untuk menyembuhkan.
Kondisi ini hanya bisa dikelola dengan menjaga kadar gula darah terkendali agar orang dengan diabetes memiliki kualitas hidup yang optimal.
Gejala yang muncul pada penderita diabetes antara lain sering merasa haus dan lapar, buang air kecil lebih sering, merasa lemah dan sebagainya.
Namun demikian untuk mendapatkan diagnosis yang tepat, perlu dilakukan pemeriksaan oleh dokter secara langsung, termasuk juga pemeriksaan laboratorium.