KOMPAS.com - Ketika kita memikirkan pencarian kehidupan di luar Bumi, kita biasanya membayangkan momen dramatis: sinyal dari peradaban asing, atau penemuan biosignatur yang tak terbantahkan di atmosfer planet jauh. Tapi bagaimana jika kenyataannya lebih sunyi? Bagaimana jika kita menyelidiki puluhan planet mirip Bumi, dan hasilnya nihil — tidak ada tanda-tanda kehidupan sama sekali?
Pertanyaan inilah yang menjadi inti dari studi yang dipimpin oleh Dr. Daniel Angerhausen, fisikawan dari kelompok Exoplanets and Habitability di ETH Zurich dan peneliti afiliasi di SETI Institute. Bersama timnya, Angerhausen tidak melihat ketidakberhasilan menemukan kehidupan sebagai kegagalan, melainkan sebagai peluang ilmiah untuk memahami bagaimana kehidupan tersebar — atau tidak tersebar — di seluruh alam semesta.
Baca juga: Apakah Mungkin Ada Kehidupan Lain di Galaksi Kita?
Dalam studi yang dipublikasikan pada 7 April 2025 di The Astronomical Journal, para peneliti menggunakan pendekatan statistik Bayesian untuk menjawab satu pertanyaan penting: Berapa banyak planet yang harus kita amati sebelum kita dapat menyimpulkan bahwa kehidupan jarang terjadi?
Hasilnya cukup mengejutkan. Mereka menunjukkan bahwa jika kita mengamati antara 40 hingga 80 eksoplanet mirip Bumi dan tidak menemukan satu pun tanda kehidupan, maka kita dapat menyimpulkan bahwa kemungkinan planet serupa yang memiliki kehidupan adalah kurang dari 10–20 persen. Dan jika kita menganggap hanya 10 persen dari triliunan planet di galaksi kita yang mungkin memiliki kehidupan, itu masih berarti sekitar 10 miliar planet berpotensi dihuni.
Angerhausen menjelaskan bahwa pendekatan ini memungkinkan kita untuk “menempatkan batas atas yang berarti” terhadap seberapa umum kehidupan di kosmos — bahkan jika tidak ada satu pun biosignatur yang terdeteksi.
Baca juga: 5 Fakta Mengejutkan tentang Alam Semesta
Namun, hasil semacam ini tidak datang tanpa keraguan. Studi ini menyoroti dua jenis ketidakpastian yang sangat penting untuk dipahami:
Karena itu, tim peneliti menekankan pentingnya desain survei yang cermat dan pertanyaan ilmiah yang spesifik. Daripada menanyakan, “Berapa banyak planet yang memiliki kehidupan?”, akan lebih informatif jika kita bertanya, “Berapa persen planet berbatu di zona layak huni yang menunjukkan tanda-tanda uap air, oksigen, dan metana?”
Baca juga: Berapa Banyak Planet yang Ada di Alam Semesta?
Studi ini sangat relevan untuk misi antariksa yang akan datang, seperti Large Interferometer for Exoplanets (LIFE) — misi internasional yang dipimpin oleh ETH Zurich. Misi ini bertujuan mempelajari atmosfer eksoplanet mirip Bumi untuk mencari biosignatur seperti air, oksigen, dan gas biologis kompleks lainnya.
Kabar baiknya, menurut Angerhausen, jumlah planet yang akan diamati oleh LIFE berada dalam kisaran yang dibutuhkan untuk menarik kesimpulan statistik yang bermakna, baik kita menemukan tanda-tanda kehidupan maupun tidak. Namun, mereka memperingatkan bahwa keberhasilan misi ini bergantung pada pemahaman mendalam terhadap bias dan ketidakpastian yang melekat dalam observasi astrobiologi.
Baca juga: Apa Saja Pertanyaan Terbesar tentang Alam Semesta?
Salah satu aspek paling menarik dari studi ini adalah perbandingan antara dua pendekatan statistik utama:
Menurut co-author Emily Garvin, mahasiswa doktoral di kelompok Prof. Kevin Heng dan Olivier Quanz, kedua pendekatan ini bukanlah saingan, melainkan cara yang saling melengkapi untuk memahami realitas. Garvin memimpin analisis Frequentist dalam studi ini, yang digunakan untuk memverifikasi hasil pendekatan Bayesian.
Studi ini menemukan bahwa untuk ukuran sampel seperti yang direncanakan oleh misi LIFE, hasil dari pendekatan Bayesian dan Frequentist saling menguatkan — artinya, asumsi awal tidak terlalu mempengaruhi hasil akhir.
“Dalam ilmu terapan, statistik Bayesian dan Frequentist kadang-kadang dianggap sebagai dua aliran pemikiran yang saling bersaing. Sebagai seorang ahli statistik, saya lebih suka menganggap keduanya sebagai pendekatan alternatif yang saling melengkapi untuk memahami dunia dan menafsirkan probabilitas,” kata Emily Garvin, penulis pendamping studi ini dan mahasiswa doktoral di kelompok Prof. Kevin Heng dan Olivier Quanz.
Garvin memimpin analisis Frequentist yang berfungsi untuk menguji pendekatan dan asumsi tim secara menyeluruh. “Variasi kecil dalam tujuan ilmiah suatu survei mungkin membutuhkan metode statistik yang berbeda untuk menghasilkan jawaban yang andal dan presisi,” ujarnya.
“Kami ingin menunjukkan bahwa pendekatan berbeda bisa saling melengkapi dalam memahami data yang sama, dan dengan cara ini kami menyusun peta jalan bagi penggunaan berbagai kerangka statistik.”
Baca juga: Apakah Alien Benar Ada? Ini Pandangan Ilmiah Tentang Kehidupan Asing
Meski hasil nihil bisa sangat informatif, satu deteksi positif tetap akan menjadi titik balik besar.
“Satu deteksi positif akan mengubah segalanya,” kata Angerhausen. Itu akan menjadi bukti langsung bahwa kita tidak sendirian — bahwa kehidupan bisa muncul di luar Bumi, bahkan jika hanya satu dari seratus planet yang menunjukkannya.
Namun, kekuatan sesungguhnya dari studi ini adalah kemampuannya menunjukkan bahwa ketiadaan bukti bukanlah bukti ketiadaan. Dengan pendekatan statistik yang tepat, ketidakpastian bisa diubah menjadi pemahaman ilmiah yang kuat — dan bahkan “langit kosong” bisa memberi kita jawaban besar.
Baca juga: Tanda Kehidupan Ditemukan di Dua Satelit di Tata Surya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita ÓÅÓιú¼Ê.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.