KOMPAS.com - Indonesia dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman anggrek terbesar di dunia. Dari ribuan jenis anggrek yang tersebar di nusantara, banyak di antaranya belum terungkap.
Salah satu temuan terbaru berasal dari sudut paling utara Pulau Sumatra, tepatnya dari Provinsi Aceh, di mana seorang peneliti, Destario Metusala, menemukan spesies baru dari genus Chiloschista, anggrek unik yang tumbuh tanpa daun. Spesies baru ini diberi nama Chiloschista tjiasmantoi, untuk menghormati Wewin Tjiasmanto, tokoh konservasi tanaman Indonesia.
Destario, peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menjelaskan bahwa pada 2019, dalam sebuah survei botani di Aceh, beberapa individu anggrek Chiloschista ditemukan tumbuh epifit pada pepohonan di perkebunan semi-terbuka yang berdekatan dengan hutan. Sosok anggrek ini didominasi oleh tumpukan akar fotosintetik yang warnanya menyerupai warna kulit batang pepohonan sehingga membuatnya sulit terlihat.
Oleh karena itu, lanjut Destario, kemunculan organ bunganya yang kecil namun berwarna kuning cerah menjadi sangat penting untuk mendeteksi keberadaannya. Spesimen berbunga yang telah dikoleksi dan diobservasi lebih lanjut menunjukkan ciri khas morfologi bunga yang berbeda dengan spesies Chiloschista lainnya, terutama C. javanica dan C. sweelimii.
Baca juga: Mengapa Ada Banyak Jenis Anggrek di Dunia Ini?
Penemuan Chiloschista tjiasmantoi menjadi penting karena sebelumnya belum ada catatan kehadiran genus ini di Pulau Sumatra. “Ini merupakan catatan pertama genus Chiloschista dari Sumatra, sekaligus spesies kelima yang tercatat di Indonesia,” tulis Destario dalam jurnal .
Sebelumnya, spesies Chiloschista hanya ditemukan di beberapa pulau lain: C. javanica di Jawa, C. phyllorhiza di Jawa, Nusa Tenggara, dan Sulawesi, serta C. taeniophyllum dan C. treubii yang endemik Maluku. Tidak ada yang tercatat tumbuh di Sumatra, Kalimantan, maupun Papua.
Anggrek Chiloschista tergolong epifit (tumbuh menempel pada tanaman lain), dan uniknya, tidak memiliki daun. Struktur tubuhnya lebih didominasi akar yang berwarna keabu-abuan saat kering dan berubah gelap saat basah, membuatnya nyaris tak terlihat di alam. Baru saat berbunga, keberadaan mereka bisa terdeteksi.
Anggrek C. tjiasmantoi memiliki kuntum bunga dengan lebar 1-1.2 cm dan berwarna kuning dengan pola bintik jingga atau kemerahan. Dalam satu tangkai perbungaan yang panjang, dapat menghasilkan hingga 30 kuntum bunga yang mekar secara simultan.
Bunga C. tjiasmantoi memiliki ukuran kecil tetapi kompleks. Salah satu ciri khasnya adalah bentuk mahkota bunga (petal) yang oblong-obovate (memanjang dan membulat di ujung), serta bibir bunga (labellum) yang berbentuk seperti huruf "V" jika dilihat dari samping. Perbedaan inilah yang membedakannya dari spesies serupa seperti C. javanica dan C. sweelimii.
“Struktur dalam bunga, khususnya bentuk kantong bibir bunga, menjadi kunci penting dalam identifikasi spesies,” jelas Destario, mengacu pada hasil penelitian sebelumnya.
“Anggrek spesies baru ini telah berevolusi secara unik dengan mereduksi organ daunnya secara ekstrim sehingga proses fisiologi penting seperti fotosintesis dilakukan pada organ akarnya. Keunikan ini membuka peluang riset lanjutan untuk menelisik berbagai aspek biologinya” ungkap Destario.
Baca juga: Bagaimana Awal Mula Anggrek Bisa Tumbuh di Tanaman Lain?
Lebih lanjut, Destario mengungkapkan penyebutkan anggrek tak berdaun, dikarenakan sepanjang daur hidupnya, anggrek tersebut dalam kondisi tanpa organ daun. “Semisal pun ditemukan daun, ukurannya amat sangat kecil, itupun hanya 1-2 helai saja dan akan segera gugur,” ucapnya.
Dikatakan Destario salah satu genus yang ada di dalam kelompok anggrek tak berdaun adalah genus Chiloschista. Genus ini pertama kali dideskripsikan pada tahun 1832 dan kini mencakup 30 spesies yang tersebar dari Asia Selatan, Asia Tenggara, hingga Australia. Anggrek ini lebih dikenal oleh para hobiis di Indonesia dengan nama anggrek akar, mengingat penampakannya seperti sekumpulan akar-akar berwarna kehijauan.
Baca juga: 90 Spesimen Anggrek Ditemukan di Pulau Batanta Papua Barat
Chiloschista tjiasmantoi ditemukan tumbuh pada batang pohon kopi dan pohon peneduh (Leucaena) di ketinggian 700–1000 meter di atas permukaan laut. Habitatnya bersifat semi-terbuka, lembap, dan terkena cahaya matahari sedang. Mekarnya bunga tercatat pada pertengahan Juli serta dari awal November hingga akhir Desember.
Namun sayangnya, habitat ini sangat rentan. Banyak petani kopi yang menganggap anggrek ini sebagai parasit dan sering membersihkan cabang pohon dari tanaman epifit. Hal ini menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup spesies ini.