KOMPAS.com - Banyak orang merasa geli atau bahkan jijik saat melihat serangga. Reaksi seperti "Ih, ada serangga!" bukanlah hal yang asing. Tapi tahukah kamu? Tanpa serangga, kehidupan di Bumi bisa berantakan.
Menurut Goggy Davidowitz, seorang profesor di bidang entomologi dan ekologi dari University of Arizona, "Jika serangga menghilang, dunia akan hancur—tidak ada cara lain untuk menggambarkannya."
Tentu saja, tanpa serangga, kita tidak akan lagi terganggu oleh gigitan nyamuk atau kutu pada hewan peliharaan. Bahkan, penyakit seperti malaria dan demam berdarah yang menyebar lewat serangga akan lenyap. Selain itu, petani juga tidak perlu lagi menggunakan insektisida untuk melindungi tanaman mereka dari hama.
Namun, apakah keuntungan ini sepadan? Sayangnya, tidak. Justru, kita akan menghadapi masalah yang jauh lebih besar—kelaparan massal.
Baca juga: Bagaimana Perubahan Iklim Berdampak Serius pada Serangga?
Sekitar 80% tanaman di dunia adalah angiosperma atau tanaman berbunga, yang bergantung pada serangga untuk proses penyerbukan. Lebah, kumbang, lalat, dan kupu-kupu berperan besar dalam memindahkan serbuk sari dari satu bunga ke bunga lain agar tanaman bisa berkembang biak. Jika serangga lenyap, "Sebagian besar tanaman di planet ini juga akan menghilang," ujar Davidowitz.
Tanpa tanaman berbunga, manusia kehilangan sekitar 50-90% sumber makanan, tergantung pada negara masing-masing. Beras, gandum, buah, dan sayuran—semua bergantung pada penyerbukan oleh serangga.
Selain itu, banyak hewan yang kita konsumsi, seperti sapi dan ayam, juga memakan tanaman yang membutuhkan serangga untuk berkembang. Dengan kata lain, hilangnya serangga akan memicu efek domino, membuat banyak spesies hewan, termasuk manusia, terancam kelaparan.
"Sebagian besar makanan kita bergantung pada serangga. Jika mereka menghilang, banyak mamalia dan burung juga akan lenyap karena mereka tidak akan punya cukup makanan," tambah Davidowitz.
Baca juga: Hilangnya Serangga Sebabkan Sepertiga Tanaman Pangan Terancam
Bukan hanya soal makanan, tanpa serangga, dunia juga akan dipenuhi oleh tumpukan sampah organik dan bangkai makhluk hidup. Saat ini, serangga bersama bakteri dan jamur berperan sebagai dekomposer yang membantu menguraikan daun kering, pohon mati, dan bahkan bangkai. Jika serangga lenyap, proses pembusukan akan berlangsung jauh lebih lambat, menyebabkan dunia menjadi penuh dengan sisa-sisa makhluk hidup yang tidak terurai.
Selain itu, beberapa produk berharga seperti madu dan sutra juga akan hilang. Dua komoditas ini sudah dihargai manusia selama ribuan tahun, tetapi keduanya berasal dari serangga—lebah menghasilkan madu, sementara ulat sutra menghasilkan sutra.
Baca juga: Populasi Serangga di Dunia Menurun, Apa Dampaknya bagi Manusia?
Meskipun kepunahan semua serangga terdengar seperti skenario fiksi ilmiah, nyatanya hal ini bukanlah sesuatu yang mustahil. Saat ini, banyak spesies serangga mengalami penurunan jumlah yang drastis akibat tiga faktor utama: paparan pestisida, penyakit, dan hilangnya habitat alami mereka.
Selain itu, perubahan iklim juga mengacaukan keseimbangan antara waktu mekar bunga dan siklus hidup serangga penyerbuknya. Contohnya, sebuah studi pada tahun 2014 yang diterbitkan di jurnal Current Biology menemukan bahwa bunga anggrek laba-laba dan lebah penyerbuknya kini memiliki jadwal yang tidak sinkron. Lebah muncul lebih awal dari biasanya, sehingga bunga yang mereka butuhkan belum siap mekar.
"Ini bukan sekadar teori atau bayangan masa depan," kata Davidowitz. "Ini sudah terjadi sekarang."
Jadi, daripada merasa jijik atau terganggu dengan kehadiran serangga, mungkin kita perlu mulai menghargai peran besar mereka dalam kehidupan kita. Tanpa mereka, dunia yang kita kenal bisa berubah drastis—dan bukan ke arah yang lebih baik.
Baca juga: Polusi Udara Mempersulit Serangga Penyerbuk Temukan Tanaman
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.