KOMPAS.com - Mengalami kecemasan atau depresi dapat meningkatkan risiko terjadinya pembekuan darah yang mengancam jiwa, yang dikenal sebagai trombosis vena dalam atau deep vein thrombosis (DVT).
Pada DVT, bekuan darah terbentuk di vena dalam, biasanya di kaki. DVT dapat menyebabkan kerusakan dengan membatasi aliran darah ke lokasi bekuan dan meningkatkan tekanan di vena.
Bahaya yang lebih besar muncul jika sebagian atau seluruh bekuan tersebut terlepas dan kemudian bergerak ke paru-paru, yang dapat menyumbat aliran darah, menyebabkan sesak napas, nyeri dada, hingga kematian.
Dalam dekade terakhir, para ilmuwan telah menemukan hubungan antara kesehatan mental seseorang dan risiko pembekuan darah.
Namun, hasil studi yang saling bertentangan dan faktor-faktor seperti penggunaan obat-obatan dan riwayat tekanan darah tinggi beberapa subjek studi, telah mempersulit penentuan keterkaitan antara keduanya.
Baca juga: Mengapa Depresi Bisa Menurunkan Nafsu Makan?
Sebuah studi yang diterbitkan pada tanggal 4 Juli 2024 di American Journal of Hematology telah meneliti tidak hanya seberapa besar kecemasan atau depresi dapat meningkatkan risiko seseorang terkena DVT, tetapi juga mengapa hal demikian bisa terjadi.
Untuk menyelidiki hubungan tersebut, para peneliti mengamati secara retrospektif data dari hampir 119.000 orang.
Data tersebut mencakup pengukuran aktivitas otak terkait stres yang diperoleh menggunakan tomografi emisi positron (PET). Pemindaian PET mengungkap tingkat aktivitas dan penggunaan energi di berbagai bagian otak.
Para peneliti membandingkan aktivitas amigdala, wilayah otak yang memproses dan merespons potensi ancaman, dengan aktivitas korteks prefrontal ventromedial, yang membantu mengatur amigdala dan mengendalikan respons emosional.
Dengan cara itu, para peneliti memperoleh gambaran singkat tentang aktivitas saraf yang terkait dengan stres, atau SNA.
Data tersebut juga mencakup pengukuran protein C-reaktif sensitivitas tinggi, penanda peradangan, dan variabilitas denyut jantung, pengukuran kemampuan beradaptasi.
Semakin tinggi variabilitas denyut jantung, semakin baik tubuh dapat mengatasi situasi yang menegangkan.
Baca juga: Depresi Setelah Kehilangan Hewan Peliharaan, Apakah Normal?
Dari keseluruhan kelompok, sekitar 106.450 memiliki diagnosis kecemasan, sementara 108.790 mengalami depresi; ada tumpang tindih dalam kelompok ini karena banyak peserta memiliki kedua kondisi tersebut.
Selama rata-rata waktu tindak lanjut 3,6 tahun, sekitar 1.780 peserta studi mengalami DVT.
Mereka yang memiliki riwayat kecemasan atau depresi masing-masing 53 persen dan 48 persen lebih mungkin mengalami DVT, dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki riwayat kedua kondisi tersebut. Tren serupa terlihat di antara orang-orang dengan kedua kondisi tersebut.