KOMPAS.com - Gunung berapi di Indonesia ternyata telah lama menarik perhatian para ilmuwan dunia untuk menelitinya sejak zaman kolonial.
Literatur pasca-erupsi gunung api bahkan banyak ditemukan ditulis oleh ahli yang berasal dari Eropa.
Hal ini terungkap dari studi yang dilakukan Fadly Rahman, Sejarawan Universitas Padjajaran yang melakukan pendokumentasian jejak penelitian ahli botani masa kolonial dalam mempelajari kondisi gunung Krakatau pasca-erupsi di Hindia Belanda.
Baca juga: 4 Gunung Berapi Level Siaga Saat Ini, dari Semeru, Merapi hingga Sinabung
Sebelumnya, data-data mengenai gunung api aktif ini tak banyak ditemui. Kalau pun ada itu berupa cerita atau informasi yang tak bisa dipercaya begitu saja karena lebih bersifat mitos.
Tetapi, sejak kedatangan para kolonis Eropa, Fadly menyebut informasi mengenai aktivitas vulkanik semakin banyak didapat dan lebih akurat.
Apalagi dalam studi yang dipublikasikan di Jurnal Sejarah, Edisi Agustus 2019, ia menjelaskan ketertarikan para ilmuwan untuk meneliti dampak bencana gunung berapi makin menjadi setelah terjadi erupsi besar Gunung Tambora di tahun 1815 dan Gunung Krakatau di Selat Sunda, pada 1883.
Kedua peristiwa itu memang menyita perhatian, karena dampaknya yang luar biasa dan menjadi pemicu perubahan iklim global.
Perubahan itu kemudian memunculkan kerusakan lahan pertanian dan melahirkan kelaparan di berbagai wilayah.
Namun meski sama-sama mengakibatkan dampak global, ternyata menurut Fadly, letusan Krakatau memiliki informasi lebih lengkap dan tersebar lebih cepat informasinya.
Dalam buku Krakatau: Ketika Dunia Meledak 27 Agustus 1883 yang ditulis Simon Winchester, hal tersebut lantaran adanya kemajuan teknologi telegraf sehingga kabar erupsi dapat di terima di London 36 jam setelah erupsi berlangsung.
"Selain itu, pasca-erupsi Krakatau menjadi lahan studi yang unik bagi botanis untuk mengkaji bagaimana restorasi sistem hujan hujan tropis di pulau itu setelah hancur total disapu erupsi," tulis Fadly dalam makalahnya, seperti dikutip dari laman resmi Universitas Padjajaran, Senin (18/4/2022).
Baca juga: 5 Tanda Akan Meletusnya Gunung Berapi