KOMPAS.com - Ekstrak vanila terbilang familier di kalangan pembuat roti dan kue. Namun, belum banyak yang tahu bahwa Indonesia punya produk ekstrak vanila dan pasta vanila halal.
La Dame In Vanilla adalah salah satu UMKM yang memproduksi ekstrak vanila dan produk vanila lainnya.
Bukan sekadar menghasilkan produk vanila original, La Dame In Vanilla pun menggandeng dan membina petani vanila lokal.
Baca juga: Mengenal Krakakoa, Cokelat Artisan Indonesia dari Kebun Berkelanjutan
Lidya Angelina Rinaldi selaku founder La Dame In Vanilla membagikan pengalamannya dari awal membangun bisnisnya pada 优游国际.com, Rabu (19/8/2020).
Kisah bisnis ekstrak vanila original dan halal ini berawal dari Lidya, panggilan Lidya Angelina Rinaldi, yang ingin membuat kukis dari chef favoritnya pada sebuah channel memasak.
Lidya hanya menemukan ekstrak vanila artifisial atau ekstrak vanila original beralkohol.
"Vanilla extract itu pasti mengandung alkohol which is normally 35 persen and normally infused with vodka atau whiskey or whatever liquor," kata Lidya kepada 优游国际.com.
Dari situlah, Lidya memutuskan untuk membuat ekstrak vanila original bebas alkohol. Pada 2014, Lidya mulai melakukan uji coba terkait ekstrak vanila.
Produk La Dame In Vanilla mulai dipasarkan pada akhir 2015. Customer tidak langsung datang, melainkan baru mulai pada Februari 2016.
Pada 2015, keadaan vanila Indonesia sedang masa terpuruk. Ketika Lidya mencari bahan di supermarket hanya tersedia vanila stok sisa dari tahun sebelumnya.
Catatan dari dinas pertanian pun sudah tak ada lagi petani vanila. Sementara menurut , Indonesia salah satu penghasil vanila terbesar bersama dengan Madagaskar.
Sebelumnya ada petani vanila di Bali, ditanam di pekarangan rumah. Namun mereka beralih menanam kopi dan coklat, dua komoditi yang sedang naik daun kala itu.
Setelah lakukan riset, La Dame In Vanilla pun menemukan dan mengajak petani di sebuah desa di Jawa Timur yang dulu pernah menanam vanila.
Menurut Lidya, permasalahan perkebunan vanila terletak pada tengkulak yang kerap kali membeli dengan harga murah.
"Nah, di situ saya ngobrol sama petani. Kenapa bapak nggak mau nanem lagi? Jadi ternyata harganya tuh rendah sekali dibelinya. Bahkan katanya Rp 50.000 per kilo atau pokoknya harganya nggak make sense banget," ungkap Lidya.
Orang Indonesia juga belum familer dengan vanila original. Sehingga vanila yang dibeli tengkulak kebanyakan untuk dieskpor. Selain tengkulak, kebanyakan yang datang kepada para petani adalah orang asing.
Mengusung konsep bonding dan kekeluargaan, La Dame In Vanilla tak sekadar memberi bibit dan mengambil hasilnya, melainkan juga ikut serta membenahi sejumlah infrastruktur desa dan mengurus anak dari petani.
Menurut Lidya, La Dame In Vanilla mungkin saja bisa menanam vanila sendiri tetapi tidak ia lakukan.
La Dame In Vanilla bermitra dengan petani agar memberi dampak lebih terutama dalam kesejahteraan dan perekonomian petani.
Terkait bisnis vanila di Indonesia, kata Lidya, harus bersaing dengan vanila buatan yang sudah lebih dahulu merajai dan dikenal masyarakat Indonesia.