Tim Redaksi
KOMPAS.com - Jaringan Gusdurian secara resmi menolak kebijakan pemerintah yang memberikan ruang untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
Pemberian izin ini termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pokja Keadilan Ekologi Jaringan Gusdurian, Inayah Wahid mengatakan, kebijakan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang (UU) tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Gusdurian menolak kebijakan pemerintah untuk memberikan izin pada organisasi keagamaan karena bertentangan dengan UU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,” ungkap Inayah dalam keterangan yang diterima ÓÅÓιú¼Ê.com, Rabu (12/4/2024).
Baca juga: Daftar Ormas Keagamaan yang Tolak Izin Tambang dari Jokowi
Inayah mengungkapkan, UU Pertambangan Mineral dan Batubara menayatakan bahwa izin hanya dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan melalui cara lelang.
Sementara keterlibatan organisasi keagamaan yang menerima izin pertambangan justru akan memunculkan diskursus tentang peran organisasi kemasyarakatan.
Idealnya, organisasi keagamaan terus mengingatkan pemerintah untuk mengambil setiap kebijakan berdasarkan prinsip etik.
“Selain itu, keterlibatan organisasi keagamaan dalam sektor pertambangan menimbulkan banyak risiko turunan,” kata putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid ini.
Inayah menjelaskan bahwa keterlibatan organisasi keagamaan berpotensi menciptakan ketegangan sosial apabila terjadi permasalahan di tingkat lokal.
Baca juga: Jadi Ormas Pertama, Ini Alasan PBNU Ajukan Izin Kelola Tambang ke Pemerintah
Apalagi, jumlah organisasi keagamaan yang jumlahnya sangat banyak, termasuk di daerah-daerah, memungkinkan terjadi kerumitan pada tingkat pelaksanaan.
Di sisi lain, saat ini banyak negara di dunia yang mulai mencari energi alternatif agar ketergantungan pada batu bara bisa dihentikan dalam beberapa tahun ke depan.
“Aktivitas penambangan batu bara secara global sudah dikategorikan sebagai bahan bakar kotor karena proses yang merusak alam dan menghasilkan polutan berbahaya.” tegasnya.
Bisnis ini merupakan bagian dari industri ekstraktif yang mengolah dan menguras sumber daya alam yang dapat menimbulkan hilangnya habitat, mengakibatkan polusi, dan penipisan sumber daya, serta bencana alam lainnya.
Menurutnya, Gus Dur secara konsisten menolak industri ekstraktif yang merusak sumber daya alam dan mengeksklusi rakyat dari ruang hidupnya.
Bahkan, dalam sejarahnya, Gus Dur merupakan satu-satunya presiden Indonesia yang tidak pernah memberikan konsesi tambang dan melakukan moratorium penebangan hutan untuk kelestarian ekosistem.
Baca juga: Ormas Keagamaan Tolak Kelola Tambang, Bahlil: Tidak Bisa Kami Paksa