Karena kinerjanya baik, Henry diangkat sebagai pegawai tetap di perusahaan itu.
Baca juga: Pertempuran Solferino, Pendorong Lahirnya Palang Merah Internasional
Pada 24 Juni 1859, Henry sedang dalam perjalanan menuju Perancis untuk mengadakan kerja sama bisnis dengan Raja Perancis, Napoleon III.
Memang Henry sudah mengagumi sosok Napoleon III sejak lama, karena keberaniannya.
Ketika sampai di Kota Solferino, Italia Utara, perjalanan Henry harus berhenti,karena pada hari itu sedang terjadi Perang Solferino antara pasukan Italia dan pasukan Perancis.
Henry Dunant memang tidak terlibat langsung di dalam pertempuran, namun ia menyaksikan betapa banyaknya korban jiwa yang berjatuhan karena perang tersebut.
Jiwa sosial Henry yang tinggi pun mendorongnya untuk membantu memberikan pertolongan sembari mengajak para warga di desa sekitar Solferino.
Pengalaman yang ia dapat dari Perang Solferino kemudian dituangkan ke dalam sebuah buku bertajuk Kenangan Solferino.
Lewat buku itu, Henry Dunant menyampaikan dua gagasannya, yaitu:
Pada 1863, ada empat orang di Kota Jenewa yang ikut bergabung bersama Dunant untuk mengembangkan kedua gagasannya tersebut.
Mereka kemudian secara bersama-sama membentuk Komite Internasional untuk bantuan para tentara yang cedera atau Komite Internasional Palang Merah (ICRC).
Dunant berperan sebagai sekretaris sekaligus anggota di dalam ICRC.
Selanjutnya, pada 1864, atas perintah pemerintah federal Swiss diselenggarakan Konferensi Internasional yang dihadiri oleh beberapa negara guna menyetujui adanya “Konvensi perbaikan kondisi prajurit yang cedera di medan perang.”
Konvensi tersebut lalu mendapat perbaikan dan perkembangan yang kemudian disebut sebagai Konvensi Jenewa I, II, III, dan IV pada 1949 atau dikenal sebagai Konvensi Palang Merah.
Terbentuknya Palang Merah Internasional ini membuat negara-negara lain sadar akan pentingnya membentuk palang merah di negara masing-masing, salah satunya Indonesia.
Baca juga: Sejarah Palang Merah Internasional
Pada 1867, Henry Dunant terjerat utang sebesar satu juta franc Swiss atau setara Rp 15.000.000, yang membuatnya mengalami kebangkrutan.