KOMPAS.com - Umat Hindu di Bali dikenal memiliki banyak hari besar, seperti contohnya Hari Raya Galungan dan Kuningan.
Hari Raya Galungan dan Kuningan adalah hari suci yang dirayakan oleh umat Hindu di Bali setiap 210 hari atau enam bulan dalam kalender Bali.
Hari Raya Galungan jatuh pada hari Budha Kliwon wuku Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan), sedangkan Hari Raya Kuningan dirayakan 10 hari setelah Galungan, tepatnya pada hari Saniscara Kliwon wuku Kuningan (Sabtu Kliwon wuku Kuningan).
Hari Raya Galungan dan Kuningan tahun 2025 masing-masing jatuh pada tanggal 23 April dan 3 Mei.
Di Bali, ada tradisi Hari Raya Galungan yang selalu memukau wisatawan, yakni pemasangan banyak penjor yang menghiasi tepi jalan.
Lantas, bagaimana sejarah Hari Raya Galungan umat Hindu di Bali? Simak asal-usulnya berikut ini.
Baca juga: Penjor: Fungsi dan Maknanya bagi Umat Hindu Bali
Galungan diambil dari bahasa Jawa Kuno yang berarti bertarung. Masyarakat Bali juga biasa menyebutnya “dungulan”, yang artinya menang.
Galungan adalah Hari Raya umat Hindu di Bali untuk memperingati kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).
Sejarah Hari Raya Galungan berakar pada kisah kemenangan seorang pemuka agama, Mpu Sangkul Putih (Dharma) dalam pertempuran melawan Raja Mayadenawa (Adharma).
Menurut mitologi Hindu Bali, Mayadenawa adalah seorang raja yang kuat dan sakti.
Mayadenawa menolak menyembah dewa dan menciptakan kekacauan dengan melarang rakyat beribadah ke pura. Ia bahkan memerintahkan rakyat menyembahnya.
Sikap Mayadenawa yang dianggap telah melampaui batas, mendorong Mpu Sangkul Putih untuk bersemedi dan memohon petunjuk dari Yang Maha Kuasa.
Dalam semedinya, Mpu Sangkul Putih menerima pesan bahwa ia harus pergi ke Jawa Dwipa atau India untuk meminta bantuan.
Baca juga: Sejarah Ogoh-Ogoh dan Kaitannya dengan Hari Raya Nyepi
Dalam perjalanannya, Mpu Sangkul mendapat bantuan dari Dewa Indra, yang merupakan dewa yang mengendalikan cuaca.
Singkat cerita, Mpu Sangkul dan Mayadenawa terlibat pertempuran sengit, yang berujung kekalahan Mayadenawa.