KOMPAS.com - Antartika semakin tidak dapat dikenali dari tahun ke tahun. Salah satu pertanda buruk terjadi, yakni fenomena bunga bermekaran di benua terdingin di dunia ini.
Fenomena bunga mekar di Antartika ternyata terjadi karena adanya perubahan yang signifikan dari wilayah yang dulunya didominasi oleh es itu.
Para ilmuwan telah menemukan tumbuhan berbunga, lumut, dan ganggang menyebar dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sementara luas es yang terapung semakin menyusut.
Jadi, bagaimana fenomena bunga bermekaran di Antartika ini terjadi?
Baca juga: Fenomena Super Blue Moon 30 Agustus 2023, Apa yang Menarik?
Dikutip dari Science Alert, Selasa (26/9/2023) Antartika tengah mengalami perubahan dramatis yang terjadi bersamaan dengan meningkatnya suhu di musim panas.
Kenaikan suhu dan gelombang panas, disebut menjadi penyebab bunga bermekaran di Antartika.
Sebelumnya, Antartika dan pulau-pulau di sekitarnya tertutup salju dan es permanen, dan hanya sekitar satu persen lahan yang cocok untuk tanaman berbunga seperti rumput rambut Antartika (Deschampsia antarctica) dan lumut mutiara Antartika (Colobanthus quitensis).
Namun, dalam beberapa dekade terakhir, musim semi dan musim panas yang lebih hangat telah menyebabkan tanaman seperti ini berkembang pesat, dengan tingkat pertumbuhan meningkat sebesar 20 persen atau lebih dari tahun 2009 hingga 2018.
Lalu pada akhir abad ini, beberapa model memperkirakan akan ada peningkatan tiga kali lipat lahan bebas es di Semenanjung Antartika yang dapat ditinggali tanaman.
Jika vegetasi terus menyebar ke zona-zona ini, para peneliti khawatir hal ini akan menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati yang tidak dapat diperbaiki di Antartika.
Baca juga: Fenomena Salju Hijau ini Menghijaukan Antartika, Ini Penyebabnya
“Kita tahu bahwa akan ada ribuan kilometer persegi kawasan bebas es baru dan suhu yang lebih hangat, serta ketersediaan air tambahan akan menciptakan habitat baru yang siap untuk kolonisasi, yang akan menguntungkan beberapa spesies tetapi sekaligus tidak menguntungkan spesies lainnya,” jelas Jasmine Lee, ahli biologi konservasi dari British Antarctic Survey.
Para ilmuwan di seluruh dunia kini bekerja secepat mungkin untuk memahami habitat Antartika di masa lalu dan masa kini untuk mengantisipasi hal-hal yang terjadi di masa depan.
Pada tahun 2022, para peneliti di Universitas Washington (UW) mencatat gelombang panas terbesar yang pernah melanda Antartika.
Lalu bulan Maret, suhu di dekat kutub selatan mencapai 39 derajat Celsius di atas normal selama tiga hari berturut-turut.