YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Duka mendalam dirasakan oleh umat Katolik di seluruh dunia dan tokoh-tokoh agama lainnya setelah mendengar berita meninggalnya Sri Paus Fransiskus pada Senin, 21 April 2025 lalu.
Mereka yang pernah bertemu Sri Paus Fransiskus secara langsung mengenangnya sebagai pemimpin umat Katolik yang penuh dengan kepedulian sosial dan toleransi beragama yang tinggi.
Dosen Program Doktor Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (SPs UGM), Dicky Sofjan, merupakan salah satu orang yang pernah bertemu dengan Sri Paus Fransiskus pada pertengahan tahun 2024.
Pertemuan tersebut terjadi dalam rangka menghadiri konferensi yang diselenggarakan oleh organisasi Focolare, sebuah gerakan sosial keagamaan yang berbasis di bawah naungan Vatikan.
“Satu hal yang paling membekas dari beliau menurut saya adalah kepedulian dan keterbukaannya terhadap komunitas di luar Katolik, khususnya terhadap umat Muslim,” kata Dicky dilansir dari laman UGM, Minggu (27/4/2025).
Baca juga: Sebelum Jadi Pemimpin Umat Katolik Dunia, Paus Fransiskus Seorang Ahli Kimia
Sri Paus Fransiskus selalu memiliki keinginan yang tulus untuk membangun jembatan antara komunitas Katolik dan Muslim.
Ini terbukti dari kunjungannya ke berbagai negara mayoritas Muslim seperti di Timur Tengah, Afrika Utara, Asia, dan termasuk Indonesia yang ia kunjungi tahun lalu. Dicky juga menyoroti dokumen persaudaraan (Fraternity Document) yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus dan Grand Syaikh dari Al-Azhar, Mesir, pada tahun 2019.
Dokumen tersebut menjadi simbol penting dalam membangun kerja sama lintas agama.
“Bagi saya ini merupakan lompatan teologis yang besar. Sri Paus Fransiskus juga mengakui bahwa keselamatan tidak hanya eksklusif untuk umat Katolik, tapi juga bisa diraih oleh umat agama lain,” ujar Dicky.
Bahkan, sikap Sri Paus Fransiskus secara konsisten mengecam agresi Israel dan selalu membela rakyat Palestina.
“Ia bahkan rutin menelepon pemimpin Katolik di Gaza selama perang untuk memastikan kondisi komunitas di sana apakah aman,” kenang Dicky.
Di kesempatan terpisah, Margareta Rosemary, alumnus Prodi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA UGM) dan mahasiswa Magister Teknik Sistem Energi Terbarukan UGM juga turut menyampaikan rasa dukanya atas kepergian Sri Paus Fransiskus.
Baca juga: Kunjungan Paus Fransiskus ke Istiqlal Jadi Inspirasi Perdamaian Umat
Kenangan akan kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada September 2024 masih segar dalam ingatan Margareta lantaran ia menjadi salah satu dari puluhan ribu umat yang beruntung dapat menghadiri misa akbar di Gelora Bung Karno, Jakarta, dan sempat mendapatkan rosario langsung dari Sri Paus Fransiskus.
“Saat mendengar berita duka dari Vatikan, saya tergerak membuat tanda salib. Rasa duka tentu ada, namun juga kelegaan. Dalam iman Katolik, kami percaya bahwa hidup hanya diubah, bukan dilenyapkan. Kematian menjadi pintu masuk menuju sukacita abadi bersama Bapa di Surga dan para kudus-Nya,” katanya.