Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Dalam kehidupan, kita tak selalu mengalami hari-hari baik. Ada pula hari mengerikan yang membuat kita bergidik ketakutan. Misalnya saat mengetahui serangan terorisme atau bahkan kita yang menjadi korban peneroran.
Tentunya, hal ini berdampak pada kondisi mental kita. Teror yang dilancarkan akan membuat korbannya jadi penuh tanda tanya. Bahkan, korban pun akan mengalami perasaan cemas, takut, hingga trauma atas kejadian yang menimpanya.
Seperti ketiga tokoh dalam serial “Rubik” milik episode dengan tautan yang mendapat teror digital mengerikan. Tak hanya itu, bahkan mereka pun juga diteror dalam bentuk mimpi dan barang.
Mengutip , istilah terorisme pertama kali diciptakan dari bahasa Prancis le terreur pada 1790 sebagai penggambaran aksi kaum revolusioner terhadap lawan mereka. Ini ditunjukkan oleh Maximilien Robespierre dari Partai Jacobin yang melakukan “pemerintahan teror” karena kerap melakukan eksekusi massal dengan guillotine.
Robespierre melakukan aksi itu secara brutal. Ia bahkan tega memenggal 40.000 orang yang menentang pemerintahannya.
Baca juga: Alexandra Tilman, Sajak Duka Santa Cruz
Kemudian, pada pertengahan abad ke-19, terorisme mulai banyak dilakukan di Eropa Barat, Rusia dan Amerika. Banyak orang percaya aksi ini efektif untuk melakukan revolusi politik maupun sosial dengan cara membunuh orang-orang dalam pemerintahan.
Hal ini terlihat di Uni Soviet dan Jerman karena terdapat banyak kelompok anarkis, sosialis, fasis, dan nasionalis yang menentang pemerintahan Stalin dan Nazi. Selain itu, pada 1890, ada pula aksi terorisme Armenia yang melawan pemerintah Turki. Sayangnya, aksi ini berakhir dengan pembunuhan massal warga Armenia pada Perang Dunia I.
Kemudian, bentuk terorisme yang ditujukan untuk tokoh politik ini berubah. Pada tahun 1950-an, partai FLN (Front Pembebasan Nasional) di Aljazair mempopulerkan serangan acak yang mengarah ke masyarakat sipil. Hal ini dilakukan untuk memukul mundur pemerintah Prancis yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun.
Pada tahun 2000-an, dunia dikejutkan dengan salah satu aksi teror yang paling mengerikan. Dari sinilah aksi terorisme yang mengarah pada suatu agama tertentu muncul. Pada 11 September 2001, terdapat empat serangan bunuh diri yang telah diatur terhadap beberapa target di New York City dan Washington, D.C.
Mengutip , pada pagi itu, 19 pembajak dari kelompok militan Al-Qaeda, membajak empat pesawat berpenumpang. Mereka sengaja menabrakkan dua pesawat ke World Trade Center di New York City yang membuat kedua menara runtuh dalam kurun waktu dua jam.
Pembajak juga menabrakkan pesawat ketiga ke Pentagon di Arlington, Virginia yang membuat bangunan mengalami kerusakan. Ketika penumpang berusaha mengambil alih pesawat keempat yang menargetkan U.S. Capitol, pesawat ini jatuh di lapangan dekat Shanksville, Pennsylvania.
Menurut laporan tim investigasi, ada sekitar 3.000 jiwa tewas dalam serangan ini. Hal ini lantas menjadikannya sebagai serangan teroris dengan jumlah korban terbanyak sepanjang sejarah.
Baca juga: 5 Kasus Kejahatan yang Disertai Surat Misterius
Sang pemimpin, Osama bin Laden, mengaku motif di balik serangan ini adalah adanya dukungan AS terhadap Israel, keberadaan tentara AS di Arab Saudi, dan sanksi terhadap Irak sebagai motif serangan ini.
Pada saat ini, aksi terorisme pun masih kerap menghantui masyarakat di seluruh dunia. Sebab, yang pelaku inginkan adalah rasa ketakutan khalayak luas. Bahkan, pelaku pun tak akan gentar jika mereka harus mengorbankan nyawanya.