优游国际

Baca berita tanpa iklan.
Asvi Warman Adam
Mantan Profesor Riset BRIN

Profesor Riset bidang Sejarah Sosial Politik LIPI. Lulus doktor dari EHESS (Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales) Paris pada 1990.

Patriotisme Husein Mutahar, Dubes RI untuk Vatikan

优游国际.com - 03/09/2024, 11:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di
Editor

TANGGAL 1 Maret 1969, Husein Mutahar dilantik sebagai Dubes RI untuk Tahta Suci Vatican di Istana oleh Presiden Soeharto.

Pelantikan ini semacam penghargaan dan kepercayaan pemerintah kepada Dirjen Pemuda dan Pramuka Depdikbud.

Seorang Habib yang terkadang memberikan ceramah agama Islam bertugas menjembatani hubungan institusi tertinggi Gereja Katolik sedunia yang juga merupakan negara berdaulat dengan umat Katolik di Tanah Air.

Vatikan adalah salah satu negara yang sejak awal mengakui kemerdekaan Indonesia (tahun 1947).

Hubungan ini timbal balik, tahun 1947, Uskup Mgr Soegiyapranata (yang dikenal dengan semboyan “100 persen Katolik, 100 persen Indonesia”) memindahkan kantor Vikariat Apostolik dari Semarang yang dikuasai Belanda ke wilayah Republik Indonesia Yogyakarta.

Entah kebetulan, tahun 1945, Mutahar menjadi sekretaris Laksamana Nazir yang kemudian “dipinjam” Presiden Sukarno tahun 1946, antara lain karena kemampuannya menguasai enam bahasa asing.

Tahun 1969, ketika bertugas di Vatikan, ia menggantikan Laksamana Nazir yang menduduki posisi tersebut sebelumnya.

Sukarno adalah Presiden Indonesia yang paling sering berkunjung ke Vatikan (tahun 1956 bertemu Paus Pius XII, tahun 1959 dengan Paus Yohanes XXIII, tahun 1963 Tahta Suci sedang kosong dan tahun 1964 bertemu Paus Paulus VI).

Mutahar memang mendampingi Bung Karno sejak ibu kota pindah ke Yogyakarta tahun 1946. Tamu penting pertama dari luar negeri adalah Romulo dari Filipina.

Protokol istana Mutahar bersembunyi di pintu kanan sehingga hanya bisa terlihat oleh Bung Karno.

Dari sana ia memberi kode: menggerakkan jari, berarti Presiden Soekarno harus berdiri, mengerdipkan mata, maka Soekarno harus memperkenalkan tamu-tamu negara, menganggukkan kepala, berarti dimulai toast.

Karena tamu negara itu memiliki ajudan, maka Soekarno menunjuk Mutahar menjadi ajudannya. Sebagai ajudan Presiden, ia harus berpangkat militer.

“Dengan ini, kata Soekarno, saya mengangkatmu jadi letnan”.

Namun seorang penasihat Presiden mengatakan bahwa itu bisa merepotkan bila berhadapan dengan kepala negara asing.

“Ratu Juliana dari negeri Belanda mempunyai seorang ajudan berpangkat kolonel”.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Komentar
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses 优游国际.com
atau