优游国际

Baca berita tanpa iklan.
Salin Artikel

Patriotisme Husein Mutahar, Dubes RI untuk Vatikan

Pelantikan ini semacam penghargaan dan kepercayaan pemerintah kepada Dirjen Pemuda dan Pramuka Depdikbud.

Seorang Habib yang terkadang memberikan ceramah agama Islam bertugas menjembatani hubungan institusi tertinggi Gereja Katolik sedunia yang juga merupakan negara berdaulat dengan umat Katolik di Tanah Air.

Vatikan adalah salah satu negara yang sejak awal mengakui kemerdekaan Indonesia (tahun 1947).

Hubungan ini timbal balik, tahun 1947, Uskup Mgr Soegiyapranata (yang dikenal dengan semboyan “100 persen Katolik, 100 persen Indonesia”) memindahkan kantor Vikariat Apostolik dari Semarang yang dikuasai Belanda ke wilayah Republik Indonesia Yogyakarta.

Entah kebetulan, tahun 1945, Mutahar menjadi sekretaris Laksamana Nazir yang kemudian “dipinjam” Presiden Sukarno tahun 1946, antara lain karena kemampuannya menguasai enam bahasa asing.

Tahun 1969, ketika bertugas di Vatikan, ia menggantikan Laksamana Nazir yang menduduki posisi tersebut sebelumnya.

Sukarno adalah Presiden Indonesia yang paling sering berkunjung ke Vatikan (tahun 1956 bertemu Paus Pius XII, tahun 1959 dengan Paus Yohanes XXIII, tahun 1963 Tahta Suci sedang kosong dan tahun 1964 bertemu Paus Paulus VI).

Mutahar memang mendampingi Bung Karno sejak ibu kota pindah ke Yogyakarta tahun 1946. Tamu penting pertama dari luar negeri adalah Romulo dari Filipina.

Protokol istana Mutahar bersembunyi di pintu kanan sehingga hanya bisa terlihat oleh Bung Karno.

Dari sana ia memberi kode: menggerakkan jari, berarti Presiden Soekarno harus berdiri, mengerdipkan mata, maka Soekarno harus memperkenalkan tamu-tamu negara, menganggukkan kepala, berarti dimulai toast.

Karena tamu negara itu memiliki ajudan, maka Soekarno menunjuk Mutahar menjadi ajudannya. Sebagai ajudan Presiden, ia harus berpangkat militer.

“Dengan ini, kata Soekarno, saya mengangkatmu jadi letnan”.

Namun seorang penasihat Presiden mengatakan bahwa itu bisa merepotkan bila berhadapan dengan kepala negara asing.

“Ratu Juliana dari negeri Belanda mempunyai seorang ajudan berpangkat kolonel”.

Bung Karno kemudian memanggil kembali ajudannya. “Sudah berapa lama engkau jadi letnan?” tanya Presiden Soekarno.

“Satu setengah jam, Pak”, jawabnya dengan hormat.

“Negara kita baru lahir tetapi tumbuh cepat. Mulai sore ini engkau jadi mayor”. Maka Husein Mutahar pun berpangkat Mayor (Angkatan Laut).

Penyelamat bendera pusaka

Husein Mutahar ditugasi Presiden Sukarno untuk menyelenggarakan upacara penaikan bendera di depan Gedung Agung Yogyakarta pada 17 Agustus 1946.

Mutahar melatih lima pemuda (tiga laki-laki dan dua perempuan) yang merupakan pelajar dari daerah yang bersekolah di Yogyakarta untuk menjadi pengerek bendera Merah Putih.

Tanggal 19 Desember 1949, terjadi agresi militer kedua Belanda. Sukarno-Hatta dan anggota kabinet ditawan.

Sebelumnya Sukarno mempercayakan bendera pusaka kepada Mutahar. Mutahar kemudian membuka jahitan bendera pusaka yang dijahit Fatmawati tersebut menjadi dua helai kain terpisah, sehingga tidak lagi berbentuk bendera dan memasukkan ke dalam tasnya.

Ketika ia ditangkap Belanda, kain merah dan putih itu tidak dicurigai. Setelah lolos dari penangkapan di Semarang, ia pergi ke Jakarta.

Di sini ia meminjam mesin jahit seorang dokter agar bisa menyambung kembali kedua lembar kain merah dan putih tersebut.

Selanjutnya menitipkannya kepada seorang tokoh (Sujono) yang menemui Sukarno di tempat pengasingan di Bangka.

Ketika Bung Karno pada Juli 1949 kembali ke Yogyakarta, bendera pusaka itu dibawa dan kemudian dikibarkan.

Tanggal 28 Desember 1949, Presiden Sukarno kembali ke Jakarta. Ketika pesawat mendarat di bandara Kemayoran, yang keluar pertama dari pintu pesawat adalah bendera Merah Putih.

Atas jasa menyelamatkan bendera pusaka, Husein Mutahar memperoleh penghargaan Bintang Mahaputra tahun 1961.

Tahun 1966, ia dipanggil Presiden Soeharto untuk mengurus pengibaran bendera dalam upacara peringatan kemerdekaan 17 Agustus.

Mutahar yang menyarankan pembentukan formasi 17 (pasukan pengiring), 8 (inti pengibar bendera) dan 45 (pasukan pengawal). Ia juga memimpin pramuka.

H. Mutahar juga seorang seniman yang mengarang lebih dari 100 lagu kebangsaan. Lagunya yang terkenal Syukur, Dari Sabang sampai Merauke, Hari Merdeka, Dirgahayu Indonesiaku, Hymne Pramuka.

Mutahar tidak menikah, ia memiliki delapan anak angkat yang berasal dari orangtua tidak mampu.

Pria kelahiran Semarang 5 Agustus 1916 ini meninggal di Jakarta 9 Juni 2004 (dalam usia hampir 88 tahun) di rumah anak angkatnya yang pertama. Dari Husein Mutahar kita belajar tentang cinta Tanah Air dan sesama manusia.

(Asvi Warman Adam, Profesor Riset bidang sejarah sosial politik BRIN)

/stori/read/2024/09/03/110325079/patriotisme-husein-mutahar-dubes-ri-untuk-vatikan

Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke