Anak perempuan satu-satunya dari pasangan Teuku Ben Pirak dan Cut Jah ini tumbuh menjadi seorang pemberani.
Saat dewasa, Cut Nyak Meutia berperang melawan penjajah Belanda bersama suaminya, Teuku Muhammad atau yang juga dikenal sebagai Teuku Tjik Tunong.
Teuku Tjik Tunong meninggal dunia pada Maret 1905 setelah ditangkap dan dihukum mati oleh Belanda.
Cut Nyak Meutia kembali menikah dengan Pang Nagroe dan tetap melanjutkan perjuangan melawan penjajah Belanda.
Sayangnya, suami kedua Cut Meutia tewas pada September 1910 dalam pertempuran melawan Belanda.
Ia harus hidup berpindah-pindah bersama anak-anak dan para pasukannya sambil bergerak maju menuju Gayo.
Pada 24 Oktober 1910, Cut Meutia bersama pasukannya bentrok dengan pasukan Belanda di Alue Kurieng dan meninggal dunia dalam pertempuran tersebut.
Pada 1964, Cut Meutia diangkat sebagai pahlawan nasional dan patung serta museum di Aceh menjadi tujuan edukasi serta sejarah.
Baca juga:
Memiliki nama lengkap Maria Josephine Catherine Maramis, ia lahir di Minahasa, Sulawesi Utara.
Maria Walanda Maramis merupakan putri pasangan Bernardus Maramis dan Sarah Rotinsulu.
Salah satu pahlawan wanita Indonesia ini berjasa dalam mendirikan organisasi Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT) untuk pendidikan perempuan pada Juli 1917. Ia memperjuangkan hak perempuan dalam politik dan kesehatan.
Maria Walanda Maramis meninggal dunia pada tahun 1924 dan diangkat menjadi pahlawan nasional pada Mei 1969.
Masyarakat kini dapat mengenal pahlawan wanita asal Sulawesi Utara tersebut melalui Museum PIKAT yang terletak di Manado.
Baca juga:
Pahlawan wanita asal Luwu, Sulawesi Selatan ini lahir pada 1880 di Palopo dari pasangan Muhammad Abdullah To Baresseng dan Opu Daeng Mawellu.
Ia rajin belajar mengaji Al Quran, aktif di Syarikat Islam Indonesia sejak 1927, dan memimpin gerakan anti Belanda.
Karena pengaruhnya yang besar dalam politik hingga membuat popularitasnya meningkat, gelar bangsawannya dicabut oleh pemerintah Belanda.
Tak sampai di situ, Opu Daeng Risaju juga ditangkap dan diadili atas tuduhan pengkhianatan serta dipenjara selama 14 bulan pada tahun 1934.
Setelah bebas, ia tetap menjalankan perjuangannya dengan mendirikan cabang-cabang Partai Persatuan Islam Indonesia (PSII) di Sulawesi Selatan.
Ia kembali ditangkap, dipenjara, dan disiksa hingga membuatnya tuli. Tahun 1964, Opu Daeng Risaju meninggal dunia. Namanya diangkat sebagai pahlawan nasional pada 2006.
Kini, kita menjadi lebih mengenal siapa saja pahlawan-pahlawan wanita Indonesia di balik perwujudan kemerdekaan seperti yang kita rasakan saat ini.
Baca juga: Tanggal Lahir 2 Pahlawan Indonesia Ini Jadi Hari Perayaan di UNESCO
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.