Cut Nyak Dien sempat menikah dua kali. Setelah suami pertamanya meninggal, ia lantas menikah dengan Teuku Umar yang juga seorang pejuang dan tokoh penting dalam perlawanan Aceh terhadap penjajahan Belanda.
Setelah menikah, Cut Nyak Dien dan Teuku Umar bekerja sama mengatur strategi perang melawan Belanda hingga akhirnya Teuku Umar ditangkap di Belanda dan diasingkan ke Pulau Jawa.
Baca juga: Dampak Positif Perjuangan Pahlawan bagi Kedaulatan NKRI
Tak patah arang, Cut Nyak Dien tetap melanjutkan perjuangannya. Salah satu strategi taktis yang sering digunakan adalah gerilya dan menggunakan wilayah sulit dijangkau penguasaan medan tempur.
Cut Nyak Dien meninggal dunia pada 6 November 1908 karena sakit saat pengasingan di wilayah Sumedang.
Kini, untuk menghormati perjuangannya, didirikan Museum Cut Nyak Dien yang berlokasi di Desa Lampisang, Kecamatan Montasik, Aceh Besar, Aceh.
Baca juga: Cara Menghargai Jasa Pahlawan dan Meneladani Sikapnya
Pernahkah kamu mendengar pahlawan wanita Indonesia bernama Nyi Ageng Serang? Fakta menarik tentangnya yaitu, ia bahkan tetap gigih melawan penjajah meski usianya telah memasuki 73 tahun.
Mengutip Buku Kisah 124 Pahlawan dan Pejuang Nusantara (2006) karya Gamal Komandoko, Nyi Ageng Serang atau yang memiliki nama asli Wulaningsih Retno Edhi lahir pada tahun 1752 di Serang.
Putri dari Pangeran Natapraja ini mempelajari strategi perang dan diplomasi di lingkungan keraton.
Ia juga dikenal sebagai penasihat Pangerang Diponegoro dalam Perang Jawa di tahun 1825 hingga 1830.
Karena umurnya yang tak lagi muda, Nyi Ageng Serang mengundurkan diri dari perang dan menghabiskan masa tuanya di rumah keluarga Natapraja di Yogyakarta lalu meninggal dunia pada 1838.
Jenazahnya dimakamkan di wilayah Beku, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Baca juga: Biografi Soekarno, Pahlawan Proklamator yang Gemar Cerita Pewayangan
Sering disebut dengan Kartini Sumatera, Rohana Kudus adalah pelopor emansipasi wanita di Sumatera Barat.
Dikenal sebagai pendidik, guru agama, guru sekolah, guru kerajinan wanita, bahkan wartawati pertama di Indonesia.
Kisah perjuangannya dimulai dalam bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah kerajinan wanita dengan nama Amai atau jika diartikan dalam Bahasa Indonesia yaitu Ibu, di kampung halamannya tahun 1892.
Rohana belajar jurnalistik secara otodidak dan mendirikan surat kabar Soenting Melajoe di tahun 1912. Artikelnya berisi tentang pendidikan perempuan serta anti-kolonial.
Nama Roehana Koeddoes kini dipakai sebagai kantor perpustakaan dan sekolah di Padang.
Baca juga:
Putri Sultan Aceh yang lahir pada 1550 dari Kesultanan Aceh Darussalam ini telah terlatih seni perang laut dan strategi militer Aceh sejak muda.
Malahayati juga memimpin 2.000 pasukan Inong Balee (janda pejuang) untuk melawan Portugis serta Belanda dan mempertahankan kekuasaan Aceh di Selat Malaka.
Malahayati meninggal pada 1582 dan kini namanya diabadikan menjadi armada modern NKRI dan nama jalan utama di Aceh.
Selain itu, terdapat juga Monumen Malahayati di Banda Aceh untuk menunjang keberlanjutan ingatan publik terhadap pahlawan wanita Indonesia tersebut.
Baca juga:
Cut Nyak Meutia adalah salah satu pahlawan wanita Indonesia asal Pirak, Aceh Utara yang lahir pada 1870.