Pada tahun 2013, dunia menyaksikan momen bersejarah ketika Kardinal Bergoglio terpilih sebagai Paus ke-266 Gereja Katolik Roma dalam konklaf setelah pengunduran diri Paus Benediktus XVI.
Ia memilih nama Paus Fransiskus, terinspirasi dari Santo Fransiskus dari Assisi, sebagai simbol kesederhanaan dan kepedulian terhadap kaum papa.
Alih-alih tinggal di Istana Apostolik seperti para pendahulunya, Paus Fransiskus tinggal di Domus Sanctae Marthae, sebuah rumah tamu Vatikan.
Keputusan ini mencerminkan pilihan hidupnya yang penuh kesederhanaan, menjauh dari kemewahan, dan dekat dengan para staf serta tamu yang datang dari seluruh dunia.
Baca juga: Reformasi Gereja di Eropa
Salah satu momen yang menggetarkan hati terjadi pada Oktober 2013.
Dilansir dari (30/8/2024), saat sedang memberi audiensi umum, seorang anak kecil tiba-tiba naik ke panggung dan memeluk kakinya.
Alih-alih panik, Paus Fransiskus membelai kepala sang anak dan membiarkannya tetap berada di panggung.
Ia juga dikenal tidak segan memberkati peziarah yang sedang sakit, bahkan menyentuh luka mereka dengan penuh cinta. Bagi Paus, kasih sayang dan kerendahan hati adalah kunci sejati kepemimpinan.
Paus Fransiskus dikenal vokal dalam menyerukan perdamaian, terutama di wilayah-wilayah konflik seperti Suriah, Timur Tengah, dan Palestina.
Ia bahkan sempat dinominasikan untuk Nobel Perdamaian 2014 karena dedikasinya terhadap isu-isu kemanusiaan global.
Ia juga mengkritik keras ketidakadilan terhadap rakyat Palestina dan menegaskan bahwa penderitaan mereka tidak boleh diabaikan. Dalam dunia diplomasi Vatikan, Paus Fransiskus tampil sebagai suara moral yang konsisten dan berani.
Baca juga: Kronologi Konflik Israel dan Palestina
Di balik kelembutan suaranya, Paus Fransiskus adalah reformis tangguh. Ia berani mengakui kegagalan Gereja dalam menangani kasus pelecehan seksual oleh para klerus.
Dilansir dari , pada tahun 2019, ia menghapus “kerahasiaan kepausan” untuk kasus pelecehan, membuka jalan bagi kerja sama yang lebih luas dengan otoritas hukum sipil.
Ia juga membentuk dewan C9 untuk mereformasi Kuria Romawi, menyederhanakan birokrasi Vatikan, dan menekankan transparansi dalam keuangan gereja.
Pada tahun 2015, Paus Fransiskus merilis ensiklik Laudato Si’, seruan teologis dan ilmiah mengenai perubahan iklim.