优游国际

KOMPAS.com - Sebuah temuan penting dari robot penjelajah Mars milik NASA, Curiosity, membuka harapan baru dalam pencarian kehidupan purba di Planet Merah. Melalui pengeboran batuan di Gunung Sharp — sebuah puncak di tengah Kawah Gale, Curiosity menemukan siderit, jenis mineral karbonat besi yang menandakan pernah berlangsungnya siklus karbon di Mars. Penemuan ini memperkuat dugaan bahwa Mars dahulu kala memiliki kondisi yang layak huni.

Penemuan ini dipublikasikan pada 17 April di jurnal Science. Siderit bukanlah mineral yang mudah terdeteksi dari luar angkasa. Oleh karena itu, kehadirannya di bawah permukaan batuan memberikan kejutan besar bagi para ilmuwan.

Ben Tutolo, penulis utama studi sekaligus profesor di University of Calgary, mengungkapkan antusiasmenya, "Salah satu pertanyaan terbesar dalam ilmu Mars adalah: 'Ke mana perginya semua karbonat?' Jadi saya tahu ini penemuan yang sangat penting."

Di Bumi, siklus karbon — terutama versi lambatnya — telah menjaga kelangsungan kehidupan selama lebih dari 4 miliar tahun. Karbon di atmosfer diserap oleh lautan, mengendap menjadi batuan seperti batu kapur, lalu kembali ke atmosfer lewat aktivitas vulkanik. Proses ini menjaga suhu planet dan menjadi fondasi kehidupan.

Namun, hingga saat ini, para ilmuwan belum menemukan bukti kuat adanya siklus karbon seperti itu di Mars. Padahal, banyak indikasi bahwa Mars dahulu memiliki sungai dan danau purba.

Baca juga: Rover Perseverance Temukan Batu Aneh Mirip “Telur Laba-laba” di Mars

Data Mengejutkan dari Curiosity

Curiosity telah menjelajah Kawah Gale sejak mendarat pada tahun 2012, menempuh lebih dari 34 kilometer. Pada tahun 2022 dan 2023, robot ini mengebor empat sampel batuan dan menganalisis kandungan mineralnya menggunakan alat difraktometer sinar-X.

Hasilnya luar biasa. Batuan tersebut mengandung siderit dalam jumlah besar — antara 5% hingga 10% dari total berat sampel. Tidak hanya itu, juga ditemukan garam magnesium sulfat yang sangat larut dalam air. Garam-garam ini diyakini "menutupi" sinyal karbonat dari pengamatan satelit, yang selama ini membuat karbonat tampak seperti menghilang.

Tutolo menjelaskan, "Karena batuan serupa yang mengandung garam ini telah ditemukan di berbagai lokasi di Mars, kami menduga bahwa di sana juga mungkin tersembunyi karbonat dalam jumlah besar." Dengan kata lain, Mars bisa jadi pernah menyimpan banyak CO2 yang dulunya membuatnya cukup hangat untuk kehidupan.

Baca juga: Penemuan Baru di Mars Berbeda dari yang Pernah Dilihat Sebelumnya

Siklus Karbon yang Tidak Seimbang

Temuan ini juga memberikan wawasan tentang bagaimana Mars kehilangan atmosfernya. Tidak seperti Bumi yang memiliki lempeng tektonik aktif, Mars tampaknya mengalami siklus karbon yang tidak seimbang. Sebagian besar karbon dioksida tertarik keluar dari atmosfer dan terperangkap dalam batuan melalui reaksi kimia dengan air asam. Namun proses pelepasannya kembali ke atmosfer tampaknya sangat minim.

Akibatnya, atmosfer Mars secara perlahan menghilang, menjadikannya planet dingin dan kering — kondisi yang tidak lagi mendukung kehidupan. Janice Bishop dari SETI Institute menambahkan, "Gas atmosfer Mars hilang ke luar angkasa, atmosfer menipis, dan planet menjadi semakin dingin. Diperkirakan Mars sudah dalam kondisi ini setidaknya selama 2 miliar tahun."

Meskipun misi pengembalian sampel dari Mars mengalami keterlambatan dan pembengkakan biaya, Curiosity tetap menjadi garda terdepan dalam mengungkap sejarah planet ini. Penemuan seperti ini akan terus melengkapi simulasi iklim Mars purba dan memberi petunjuk tentang potensi jejak kehidupan yang mungkin masih tersembunyi.

Dengan ditemukannya mineral seperti siderit, harapan untuk menemukan bukti nyata kehidupan purba di Mars semakin nyata. Temuan ini menegaskan bahwa Mars mungkin pernah tidak terlalu berbeda dari Bumi — setidaknya, dalam hal kemampuan menopang kehidupan.

Baca juga: Ilmuwan Temukan Cara Baru Mencari Tanda Kehidupan di Mars