KOMPAS.com - Di awal masa pandemi, vitamin D disebut dapat meningkatkan kekebalan tubuh untuk melawan virus corona.
Tingkat vitamin D yang rendah dikaitkan dengan risiko terinfeksi Covid-19 dan penyakit lain yang lebih parah.
Kesimpulan yang sempat dibicarakan banyak orang ini berdasarkan studi in vitro, observasional, dan ekologi.
Namun memang tidak ada penelitian yang membuktikan bahwa kekurangan vitamin D berhubungan dengan Covid-19.
Baca juga: Vitamin D Membantu Mencegah Covid-19, Benarkah?
Seperti dikutip dari Live Science, satu studi yang telah diterbitkan 3 September di JAMA Network Open, menemukan bahwa risiko infeksi Covid-19 pada orang dengan kekurangan vitamin D hampir dua kali lebih tinggi daripada orang dengan tingkat vitamin D yang cukup.
Sementara itu, studi lain, yang diterbitkan pada 27 Oktober di The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, menemukan bahwa pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit memiliki kadar vitamin D yang rendah dibandingkan dengan kelompok pasien yang tidak terinfeksi Covid-19.
Adrian Martineau, yang mempelajari infeksi pernapasan dan kekebalan di Queen Mary University of London, dan juga tidak terlibat dalam studi mengatakan, kaitan tersebut belum cukup membuktikan bahwa kekurangan vitamin D menyebabkan peningkatan risiko Covid-19.
Sejumlah pakar yang dipimpin oleh Guillaume Butler-Laporte akhirnya meneliti hubungan antara vitamin D dan Covd-19.
Dalam laporannya yang terbit di jurnal , edisi Selasa 1 Juni 2021, tim peneliti menunjukkan bahwa meningkatkan kadar vitamin D dengan suplemen tidak akan membantu melindungi diri dari Covid-19.
Dalam abstrak penelitiannya, tim mengatakan bahwa kadar vitamin D dikaitkan dengan banyak variabel pengganggu.
Dengan demikian hubungan vitamin D dan Covid-19 yang dijelaskan hingga saat ini mungkin tidak bersifat kausal atau ada prinsip sebab-akibat.
Dilansir Reuters, Kamis (3/6/2021), Para peneliti mempelajari lebih dari 1,2 juta orang keturunan Eropa dari 11 negara.
"Di sini kami menggunakan sampel MR 2 untuk menilai bukti yang mendukung efek kausal dari tingkat 250HD (25-hidroksi vitamin D) yang beredar pada kerentanan dan keparahan Covid-19," tulis tim peneliti.
Beberapa di antaranya memiliki varian genetik yang menghasilkan kadar vitamin D yang lebih tinggi secara alami.
Baca juga: Kenali Tanda Tubuh Kekurangan Vitamin D dan Penyebabnya
"Orang dengan varian ini tidak memiliki risiko lebih rendah untuk infeksi virus corona, rawat inap, atau Covid-19 yang parah," tulis para peneliti dalam laporannya.
Hasil mereka menunjukkan bahwa meningkatkan kadar vitamin D pada orang yang kekurangan mungkin tidak akan membantu memerangi virus corona.
Selain itu, Laporte dan tim juga tidak percaya uji coba secara acak yang menguji suplementasi vitamin D akan bermanfaat.
Kendati demikian, para ahli lain masih ingin melihat hasil dari percobaan yang menguji suplemen vitamin D yang diberikan secara acak, terutama pada orang-orang Afrika dan keturunan non-Eropa lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.