WASHINGTON DC, KOMPAS.com — Sebanyak 20 jaksa agung negara bagian di Amerika Serikat (AS) mengeluarkan perintah darurat yang melarang otoritas imigrasi mencabut visa ratusan mahasiswa internasional.
Dalam dokumen hukum yang diajukan pada Jumat (11/4/2025), sebagaimana diberitakan USA Today, para jaksa agung menyatakan bahwa sekitar 700 mahasiswa internasional telah kehilangan status visa mereka.
Beberapa di antaranya bahkan dipaksa meninggalkan AS jelang kelulusan.
Baca juga: Menlu AS Janji Akan Terus Cabut Visa Mahasiswa Pro-Palestina
Sebelumnya, pejabat pemerintahan Donald Trump menyatakan, pencabutan visa dilakukan terhadap mahasiswa yang dianggap memiliki niat buruk terhadap AS.
Dalam praktiknya, otoritas imigrasi AS menahan mahasiswa-mahasiswa yang menunjukkan dukungannya terhadap Palestina.
Salah satu mahasiswa yang terkena dampak kebijakan tersebut adalah Mahmoud Khalil, mantan mahasiswa Universitas Columbia yang visanya dicabut dan kini ditahan di fasilitas imigrasi Louisiana karena melakukan aksi demonstrasi pro-Palestina.
Mahasiswa lainnya yang mengalami kasus serupa adalah Rumeysa Ozturk dari Universitas Tufts, yang menulis kritik di majalah kampus terhadap serangan di Gaza.
Para jaksa agung menuduh Trump menyalahgunakan sistem imigrasi untuk membungkam kebebasan berbicara yang dijamin oleh Amandemen Pertama Konstitusi AS.
Profesor Robert Cohen dari New York University menilai kebijakan ini sebagai cara halus pemerintahan Trump untuk mengekang kritik.
“Ini menunjukkan bahwa Trump dan kelompok konservatif sebenarnya tidak mendukung kebebasan berbicara,” katanya.
Baca juga: Menlu AS Janji Akan Terus Cabut Visa Mahasiswa Pro-Palestina
Namun, kini, pencabutan visa bahkan menyasar mahasiswa asing dengan kasus ringan atau dengan alasan yang tidak jelas.
Salah satunya adalah Krish Isserdasani, mahasiswa asal India di Universitas Wisconsin-Madison, yang kehilangan status visanya meskipun hanya sempat ditahan atas tuduhan ringan yang tidak dilanjutkan oleh jaksa.
Tak hanya itu, dua mahasiswa Universitas Negeri Montana dari Iran dan Turkiye juga mengalami hal serupa walaupun tidak terbukti melakukan pelanggaran hukum atau aktivitas politik yang membahayakan.
Universitas-universitas besar di AS melaporkan adanya kasus pencabutan visa secara masif.
Universitas Wisconsin mencatat setidaknya 40 visa mahasiswa dicabut, termasuk 26 dari Universitas Wisconsin-Madison.