KOMPAS.com - Tiga aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menggeruduk rapat revisi UU TNI yang digelar Komisi 1 DPR RI pada Sabtu (15/3/2025).
Itu terjadi setelah mereka tahu bahwa pemerintah dan Komisi I DPR tengah menggelar rapat tertutup membahas revisi UU TNI di ruang pertemuan Ruby 1 dan 2 Fairmont Hotel Jakarta sejak Jumat (14/3/2025).
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Dimas Bagus Arya Saputra, menuturkan aksi tersebut dilakukan untuk menginterupsi rapat revisi UU TNI.
"Kami menyampaikan keresahan dan tuntutan untuk meminta menunda pembahasan RUU TNI karena proses dan juga substansi yang masih banyak keganjilan," ujarnya saat dihubungi 优游国际.com, Minggu (16/3/2025).
Baca juga: Saat Pemerintah dan DPR Rapat Diam-diam Selama 2 Hari di Hotel Mewah, Diduga Bahas Revisi UU TNI
Menurut Dimas, pihaknya mengajukan protes karena menilai banyak hal-hal bermasalah pada revisi UU TNI yang dibahas pemerintah dan panitia kerja (panja) DPR RI.
"DPR harusnya melakukan telaah lebih jauh. Proses (pembuatan) cukup cepat membuat ruang publik memberikan aspirasi dan masukan jadi sangat minim," tuturnya.
Menurutnya, KontraS bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mencatat, terdapat beberapa kekhawatiran yang ada pada revisi UU TNI.
Dimas menilai, revisi UU TNI berpotensi mengancam profesionalisme TNI karena banyak prajurit militer bisa masuk ke ruang sipil seperti pada masa reformasi Orde Baru 32 tahun lalu.
"Kami khawatir penambahan peran ini mendorong profesionalisme TNI. Harusnya TNI itu mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai alat pertahanan negara sesuai amanat konstitusi dan UU TNI itu itu," jelas dia.
Menurutnya, kebijakan TNI aktif bisa ditugaskan ke kementerian dan lembaga akan menambah peran di luar tugas pokoknya.
Dimas menambahkan, revisi UU TNI akan menambah obyek pelaksanaan operasi militer tak hanya perang.
Operasi militer lain yang dimaksud dapat berupa penanggulangan ancaman siber, bantu pemerintah melindungi dan menyelamatkan WNI, kepentingan nasional di luar negeri, serta penanggulangan narkoba.
"Ini semakin membuat ruang-ruang sipil atau penegakan hukum dalam tiga klaster tersebut semakin penuh," katanya.
Padahal, pemerintah memiliki banyak lembaga dengan tugas pokok fungsi utama melakukan penanganan penanggulangan terhadap tiga masalah itu.
Baca juga: Daftar Prajurit TNI Aktif yang Kini Duduki Jabatan Sipil
Dwi pun khawatir pengesahan revisi UU TNI akan menjadi pintu masuk kembalinya Dwifungsi ABRI di indonesia.