KOMPAS.com - Nama Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kerap digadang-gadang jadi pasangan ideal apabila maju dalam Pilkada Jakarta 2024.
Hal tersebut salah satunya pernah diungkapkan Ketua DPP PDI-P Eriko Sotarduga di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
"Nanti pasti pertanyaan teman-teman (wartawan) ini apakah Pak Ahok, apakah Pak Anies, apakah siapa lagi? Hendrar Priyadi, nah ini kita harus matangkan," kata dia dikutip dari , Selasa.
Sebagai mantan Gubernur Jakarta, Anies dan Ahok masih memiliki elektabilitas cukup tinggi berdasarkan sejumlah lembaga survei.
Kondisi tersebut membuat mereka sering disarankan maju Pilkada Jakarta 2024 sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur.
Namun Anies dan Ahok tidak dapat maju berpasangan dalam Pilkada Jakarta 2024 karena terganjal putusan MK.
Baca juga: Di Balik Rencana KIM Plus dan Kotak Kosong Pilkada Jakarta untuk Melawan Anies...
Ahli hukum administrasi negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Richo Andi Wibowo membenarkan Anies dan Ahok tidak dapat maju berpasangan dalam Pilkada Jakarta 2024.
Hal tersebut mengacu dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 atau UU Pilkada Pasal 7 ayat (2) Huruf o.
"Syarat calon kepala daerah salah satunya adalah belum pernah menjabat sebagai gubernur untuk calon wakil gubernur, atau bupati/walikota untuk calon wakil bupati/calon walikota pada daerah yang sama," ujarnya saat dikonfirmasi 优游国际.com, Rabu (21/8/2024).
Peraturan tersebut berbunyi "calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon walikota dan calon wakil walikota harus memenuhi persyaratan".
Persyaratan yang dimaksud yakni "belum pernah menjabat sebagai gubernur untuk calon wakil gubernur, atau bupati/walikota untuk calon wakil bupati/calon wakil walikota pada daerah yang sama".
Jika Anies atau Ahok ditempatkan sebagai calon wakil gubernur dalam Pilkada Jakarta 2024, aturan tersebut melarangnya, karena mereka pernah menjabat sebagai gubernur di Jakarta.
Richo menilai, aturan UU Pilkada tersebut sejatinya memiliki tujuan yang baik. Sebab, aturan itu mencegah adanya situasi yang melanggengkan kekuasaan di tangan orang yang sama.
"Konteksnya kan dulu banyak kepala daerah yang ingin terus menjabat padahal sudah dua periode. Jadi mereka mengakali hukum dengan cara maju lagi sebagai calon wakil kepala daerah," tutur dia.
"Itu sebabnya (aturan UU Pilkada) diatur demikian," imbuh Richo.
Baca juga: Ambang Batas Pencalonan Diubah, Bagaimana Peluang Anies Diusung PDI-P pada Pilkada DKI?