Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ristiana D. Putri
KOMPAS.com - Filsafat adalah ibu dari seluruh ilmu pengetahuan. Ilmu yang sudah ada sejak zaman dahulu ini bisa membantu mengasah pikiran kita agar lebih kritis. Terlebih lagi saat ini kita berada di era disruptif yang membuat segalanya berubah lebih cepat.
Akan tetapi, hal ini dapat diatasi jika kita berpijak pada dasar-dasar filsafat. Hal ini pula diungkapkan oleh Reza Wattimena, Pendiri Rumah Filsafat, dalam episode dengan tautan .
Menurutnya, kehidupan masyarakat yang semakin kompleks membuat mereka membutuhkan suatu pijakan. Reza pun mengungkapkan transformasi kesadaran ini bisa diciptakan dengan mempelajari filsafat, seperti berpikir kritis.
Kemampuan filsafat yang menitikberatkan pada penggunaan akal atau logika adalah hal yang membedakan kita dengan makhluk lainnya. Inilah yang akhirnya membuat kita dikenal sebagai homo sapiens, manusia cerdas.
Orang yang cerdas, selalu menggunakan akal dan hati mereka dalam melakukan segala hal. Hal itu yang membuat filsafat dapat diaplikasikan dalam segala hal. Misalnya saja, kita semua pasti memiliki nilai atau filosofi yang menjadi pegangan hidup.
Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan yang dibutuhkan oleh setiap individu pada abad ke-21. Hal ini diperlukan agar kita mampu memecahkan masalah atau mengambil keputusan penting dalam situasi sulit.
Baca juga:
Itulah mengapa, berpikir kritis adalah elemen yang penting dimiliki di setiap situasi, mulai dari ranah pribadi hingga profesional. Bayangkan saja jika kita tak mampu berpikir kritis, kita justru akan mudah mengikuti arus dan percaya pada hal-hal yang belum terbukti kebenarannya.
Dengan filsafat, kita diajarkan untuk selalu berpikir kritis melalui evaluasi dan analisis keadaan. Metodenya pun sangat sederhana, yaitu mempertanyakan segala sesuatu. Pada tahap ini, kita juga dituntut menjadi pribadi yang siap menerima pengetahuan baru agar netral melihat segala sesuatu.
Dalam praktiknya, berpikir kritis juga bisa mengajarkan kita bagaimana cara berargumentasi yang lebih efektif. Hal ini memungkinkan kita mempertahankan keyakinan dan mengembangkan pemahaman untuk saling toleransi terhadap pemahaman masing-masing.
Seorang pemikir kritis tidak hanya mengumpulkan informasi dengan baik, mereka juga tahu bagaimana menggunakannya untuk menyimpulkan atau menerapkan sesuatu berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Itulah mengapa seseorang yang berpikir kritis tidak berarti harus memaksakan pendapatnya. Menurut Coleman (2022) dalam , ada beberapa kunci agar kita bisa menerapkan cara berpikir kritis dengan lebih efektif.
Saat terlalu berpegang teguh pada keyakinan atau nilai diri, kita jadi pribadi yang lebih kaku. Alhasil, kita pun jadi sulit menerima perbedaan opini atau argumen dari apa yang selama ini dipahami.
Padahal, kita juga perlu menerima opsi lainnya karena tak semua hal berpusat di diri kita. Ada saatnya kita dihadapkan dengan perubahan-perubahan di luar ekspektasi, misalnya pandemi Covid-19. Untuk itu, posisikan diri sebagai orang yang tidak tahu apa-apa sehingga kita tak menjadi pribadi yang defensif.
Sebagai pemikir kritis, bukan berarti kita harus terus mengutarakan opini yang melawan arus agar didengar semua orang. Justru, kunci dari berpikir kritis adalah kebalikannya, yaitu mendengarkan secara aktif.