NOVEMBER menjadi bulan bersejarah dalam perkembangan sawit di Indonesia. Tanggal 18 November ditetapkan sebagai Hari Sawit Nasional (HSN). Peringatan ini pertama kali diinisiasi pada 2017. Penetapan ini dilakukan untuk mengingat momentum penanaman sawit komersial pertama kali di Indonesia, tepatnya di Kebun Sungai Liput (Aceh) dan Pulu Raja (Asahan) tahun 1911.
Sejarah panjang perjalanan kelapa sawit di Indonesia berawal tahun 1848. Ketika itu sebanyak empat buah benih kelapa sawit tipe dura (D), dua benih dari Bourbon-Mauritius dan dua lainnya dari Amsterdam, yang diperkirakan berasal dari tandan sama yang dibawa Dr DT Pryce, ditanam di Kebun Raya Bogor, Indonesia.
Baca juga:
Baru sekitar tahun 1870, benih yang berasal dari empat tanaman tersebut ditanam di Maskapai Perkebunan Tembakau Deli, Sumatra Utara. Tanaman ini menjadi kandidat tetua Dura Deli yang banyak digunakan pada perkebunan kelapa sawit sampai dengan sekarang.
Saat ini, kelapa sawit berkembang menjadi komoditas perkebunan utama dan menopang kemajuan perekonomian Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan volume ekspor minyak kelapa sawit mencapai 14,65 juta ton sepanjang Januari hingga Agustus 2022.
Sementara, nilai ekspornya tercatat tumbuh 3,99 persen dari tahun sebelumnya menjadi 19,37 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 290 triliun pada periode bulan Januari hingga Agustus 2022.
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mencatat, sumbangan devisa komoditas kelapa sawit sangat besar bagi negara, yaitu rata-rata per tahun 22-23 miliar dolar. Nilai capaian rekor tertinggi sebesar 30 miliar pada 2021.
Sementara, total luas lahan kelapa sawit mencapai 16,38 juta ha, sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara produsen sawit terbesar di dunia. Hal ini tentunya merupakan pencapaian yang sangat luar biasa bagi seluruh pelaku sawit Indonesia. Namun capaian ini juga perlu disikapi secara mawas diri.
Tanaman kelapa sawit terdiri dari dua spesies yaitu Elaeis guineensis yang berasal dari Afrika. Sementara jenis lainnya berasal dari Amerika Latin, yaitu Elaeis oleifera. Spesies Elaeis guineensis banyak ditanam di Indonesia karena memiliki karakter produksi minyak dan tandan buah segar yang tinggi.
Sawit merupakan tanaman paling unggul dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Sawit hanya membutuhkan lahan seluas 0,3 hektare (ha) untuk menghasilkan satu ton CPO (crude palm oil) atau minyak sawit mentah.
Hal itu membuat sawit lebih efisien jika dibandingkan dengan tanaman kedelai (soybean oil) yang memerlukan lahan sekitar 2,2 ha, tanaman bunga matahari (sunflower oil) yang membutuhkan lahan seluas 1,5 ha, dan lobak (rapeseed oil) yang memerlukan lahan seluas 1,3 ha untuk dapat menghasilkan jumlah minyak yang setara dengan sawit.
Baca juga: Kelapa Sawit, Gagal di Jawa, Gemilang di Sumatra
Sawit menghasilkan produk terdiri dari CPO dan palm kernel oil (PKO) atau minya inti sawit. Kedua jenis minyak tersebut diolah dan diproses sehingga menghasilkan berbagai produk turunan yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan, yaitu industri sabun sebagai bahan penghasil busa, industri baja sebagai bahan pelumas, industri kosmetik, industri farmasi, industri tekstil, dan industri pangan seperti bahan baku minyak goreng dan margarin.
CPO juga dapat diproses menjadi bahan oleokimia di antaranya asam lemak, gliserin, metil ester, dan biodiesel.
Dengan begitu banyak kegunaan sawit bagi kehidupan, maka perlu dirancang perkebunan dan industri kelapa sawit yang berkelanjutan agar kesejahteraan manusia dapat terus ditingkatkan.
Untuk mewujudkan perkebunan dan industri kelapa sawit berkelanjutan, penciptaan bibit tanaman sawit unggul harus menjadi perhatian pertama. Pemuliaan tanaman merupakan usaha untuk memaksimalkan potensi genetik tanaman melalui perakitan progeni unggulan baru yang berdaya hasil dan berkualitas tinggi serta resisten terhadap kendala biotik dan abiotik.
Usaha pemuliaan sawit pada awalnya berfokus pada persilangan dura disilangkan dengan dura. Tahun 1941, mulai dikembangkan tipe hibrida tenera (T) yang berasal dari persilangan dura dengan pisifera (D x P).