KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah merilis hasil penyelidikan Tragedi Kanjuruhan, Rabu (2/11/2022).
Dalam tragedi itu, sebanyak 135 orang meninggal dunia dan lebih dari 700 orang mengalami luka-luka.
Berikut 7 poin penting temuan Komnas HAM seputar Tragedi Kanjuruhan dikutip dari
Dalam laporannya, Komnas HAM menyebut Tragedi Kanjuruhan merupakan peristiwa pelanggaran HAM, karena kesalahan tata kelola sepak bola.
Kesalahan tata kelola yang dimaksudkan adalah tidak menjalankan, menghormati, dan memastikan prinsip serta norma keselamatan dalam penyelenggaraan sepak bola.
Baca juga:
Komnas HAM melaporkan, terdapat sistem pengamanan yang menyalahi aturan PSSI dan FIFA dengan pelibatan kepolisian dan TNI.
Aturan yang dilanggar adalah masuknya serta penembakan gas air mata, serta penggunaan simbol-simbol keamanan yang dilarang dan fasilitas kendaraan.
"Pelanggaran terhadap aturan PSSI dan FIFA ini terjadi karena desain pengamanan dalam seluruh pertandingan sepakbola yang menjadi tanggung jawab PSSI, tidak memperdulikan prinsip keselamatan dan keamanan yang terdapat dalam regulasi PSSI dan FIFA," tulis Komnas HAM.
Hal ini tercermin dalam pengaturan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PSSI dan kepolisian.
PSSI juga dinilai mengabaikan norma dan prinsip keselamatan serta keamanan dalam proses penyusunannya.
Baca juga:
Komnas HAM menyebutkan, security officer memiliki peran yang minim dalam perencanaan pengamanan, pelaksanaan, dan kendali pengamanan.
Hal ini dipengaruhi oleh keberadaan PKS dan ketidakmampuan security officer.
Sementara ketidakmampuan security officer ini diakibatkan oleh tidak adanya standardisasi melalui lisensi atau akreditasi, yang diuji dan dievaluasi setiap waktu.
Menurut Komnas HAM, penembakan gas air mata merupakan penyebab utama jatuhnya banyak korban dalam Tragedi Kanjuruhan.
Meski karakter gas air tidak mematikan, tetapi dalam kondisi tertentu bisa menjadi penyebab kematian.
Komnas HAM menjelaskan, gas air mata pada ujing samping tangga pintu 13 menjadikan asap masuk ke lorong tangga sampai keluar dari pintu, sehingga menimbulkan kepanikan dan desakan penonton.
Namun, hal ini harus dibuktikan dengan kondisi faktual penyebab kematian secara ilmiah dengan hasil otopsi.
Baca juga: