Gerhana itu hanya dapat disaksikan di Benua Amerika, Eropa, Afrika, Timur Tengah, Selandia Baru dan sebagian besar Oseania. Indonesia tidak mengalami gerhana tersebut karena Bulan sudah di bawah ufuk.
Gerhana tersebut bertepatan dengan detik-detik Waisak 2566 BE yang terjadi pada pukul 11.14.10 WIB/12.14.10 WITA/13.14.10 WIB.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: 13 Maret 1781 Planet Uranus Ditemukan
Dikarenakan puncak purnama terjadi saat tengah hari, maka fase purnama kali ini dapat disaksikan selama dua malam berturut-turut, yakni pada 15 Mei petang hari dari arah timur sebelum Matahari terbenam hingga 16 Mei pagi hari dari arah barat sebelum Matahari terbit (iluminasi 99,3-99,8 persen) dan pada 16 Mei petang hari dari arah tenggara setelah Matahari terbenam hingga 17 Mei pagi hari dari arah barat daya setelah Matahari terbit (iluminasi 99,8-99,3 persen).
"Purnama di bulan Mei dalam Almanak Petani Amerika Serikat disebut sebagai Purnama Bunga (Full Flower Moon) karena pada bulan ini bunga-bunga sedang bersemi dengan indah," kata Andi.
Lanjutnya, purnama itu berada dekat dengan konstelasi Skorpius dan berkonjungsi dengan Antares, bintang utama di konstelasi Skorpius.
Konjungsi Purnama-Antares dapat disaksikan pada 16 Mei petang hari dari arah tenggara sejak 25 menit setelah Matahari terbenam hingga 17 Mei pagi hari dari arah barat daya saat 25 menit sebelum Matahari terbit. Sudut pisah Purnama-Antares bervariasi antara 10,3-5,5 derajat.
Baca juga: Jelang Lebaran 2022 Ada Fenomena Astronomi Konjungsi Venus-Jupiter, Apa Dampaknya ke Bumi?
Andi mengungkapkan Bulan akan mencapai titik terdekatnya dengan Bumi (perigee) pada 17 Mei pukul 22.23 WIB/23.23 WITA/18 Mei pukul 00.23 WIT dengan jarak 360.298 km dan lebar sudut 33,0 menit busur.
Bulan akan terlihat lebih terang 12,7 persen dibandingkan dengan rata-rata atau 25,2 persen dibandingkan dengan titik terjauhnya (apogee).
"Bulan dapat disaksikan dari arah tenggara sejak pukul 19.00 waktu setempat hingga keesokan harinya pukul 08.00 waktu setempat dari arah barat daya," ujar Andi.
Tanggal 22 Mei pukul 02.51 WIB/03.51 WITA/04.51 WIT merupakan Konjungsi Inferior Merkurius, yakni konfigurasi ketika Matahari, Merkurius dan Bumi berada pada satu garis lurus jika diamati dari bidang tegak lurus ekliptika.
"Konjungsi Inferior hanya dialami oleh dua planet saja yakni Merkurius dan Venus karena letaknya berada di antara Bumi dan Matahari," tutur Andi.
Konjungsi Inferior menandai pergantian ketampakan Merkurius dari yang semula petang hari menjadi pagi hari.
Saat konjungsi inferior, Merkurius akan nampak lebih besar dari Bumi dengan lebar sudut 12,21 detik busur.
Akan tetapi, karena Merkurius berada di depan Matahari jika diamati dari Bumi, maka sisi Merkurius yang menghadap Bumi tidak memantulkan cahaya Matahari sehingga tampak gelap seperti fase Bulan Baru (Konjungsi Solar Bulan).
Baca juga: Badai Matahari, Apa Itu dan Bagaimana Dampaknya ke Bumi?
Andi mengatakan puncak konjungsi Bulan-Saturnus terjadi pada 22 Mei pukul 11.43 WIB/12.43 WITA/13.43 WIT.
"Karena terjadi pada tengah hari, maka konjungsi Bulan-Saturnus dapat disaksikan pada dua malam berturut-turut, yakni 22 Mei dari arah timur hingga selatan sejak tengah malam hingga 25 menit sebelum Matahari terbit dan 23 Mei dari arah timur hingga selatan setelah tengah malam hingga 25 menit sebelum Matahari terbit," ungkap Andi.
Sudut pisah pada malam pertama bervariasi antara 9-7 derajat sedangkan sudut pisah pada malam kedua bervariasi antara 7,7-9,5 derajat.
Konjungsi Tripel Bulan-Jupiter-Mars terjadi pada 25 Mei dan dapat disaksikan dari arah timur sejak pukul 02.15 waktu setempat hingga 25 menit sebelum Matahari terbit.
"Bulan bercahaya dengan iluminasi 28,5 persen fase sabit akhir, sedangkan magnitudo/kecerlangan Mars dan Jupiter masing-masing sebesar +0,6 dan -2,2," kata Andi.