Kartini percaya bahwa pendidikan adalah kunci kemajuan perempuan. Karena itu, ia turut mendirikan sekolah untuk perempuan di Jepara.
RA Kartini menikah pada 12 November 1903 dengan KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, Bupati Rembang.
Meskipun sang suami sudah memiliki tujuh anak dan dua selir, Kartini tetap mengajukan syarat sebelum pernikahan:
Kartini meminta agar sang ibu bisa masuk ke pendopo dan ia dibolehkan membuka sekolah untuk mengajar putri-putri pejabat Rembang seperti yang ia lakukan di Jepara.
Kartini juga menolak beberapa prosesi adat yang merendahkan perempuan, seperti berlutut dan menyembah kaki mempelai laki-laki, sebagai simbol bahwa laki-laki dan perempuan harus sederajat.
Baca juga: Mengapa RA Kartini Ternama?
Sekolah yang didirikan Kartini di Rembang menjadi inspirasi Van Deventer, tokoh Politik Etis, untuk mendirikan Sekolah Kartini di Semarang pada tahun 1912.
Sekolah ini kemudian menyebar ke berbagai kota seperti Surabaya, Yogyakarta, Malang, dan lainnya. Sayangnya, perjuangan Kartini harus terhenti lebih awal.
Ia wafat pada 17 September 1904, hanya beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Rembang, Jawa Tengah.
Setelah wafat, surat-surat Kartini kepada sahabatnya dikumpulkan dan diterbitkan oleh Jacques Henrij Abendanon dalam buku berjudul “Door Duisternis tot Licht” atau “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Pemerintah Indonesia memberikan penghargaan kepada RA Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 1964.
Sebagai bentuk penghormatan, tanggal lahirnya, 21 April, diperingati setiap tahun sebagai Hari Kartini untuk mengenang jasa-jasanya dalam memajukan perempuan Indonesia.
Sebagian artikel ini telah tayang di 优游国际.com dengan judul Biografi RA Kartini, Pejuang Emansipasi Perempuan dari Jepara, Klik untuk baca:
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.