Di Solo, mereka mendirikan organisasi Seniman Indonesia Muda (SIM), yang juga memiliki cabang di Yogyakarta dan Madiun.
Baca juga: Tumurun Private Museum Solo Pamerkan Sketsa S Sudjojono
Bersama dengan SIM, Suromo bertanggung jawab mengelola cabang seni keramik dan seni grafis, serta mengelola dan mengajar seni cukil kayu.
Namun, gejolak di awal kemerdekaan membuat SIM bubar karena Agresi Militer Belanda.
Begitu SIM bubar, Suromo bergabung dengan Himpunan Budaya Surakarta (HBS) di Solo, di mana ia memimpin seksi seni rupa dan menjadi pengajar di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) pada 1952.
Karier Suromo dilanjutkan dengan bergabung bersama Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) cabang Yogyakarta.
Baca juga: Lekra: Latar Belakang, Tokoh, dan Perkembangannya
Bersama Lekra, Suromo dianugerahi oleh Badan Musjawarat Kebudayaan Nasional (BMKN) atas karya seni grafisnya.
Ia mendapatkan anugerah tersebut berkat ketekunannya di bidang seni cukil kayu serta sering mengangkat tema-tema perjuangan dan revolusi.
Selain fokus pada perkembangan seni grafis cukil kayu, pada 1954, Suromo juga menjadi peserta pameran seni cukil kayu di Italia.
Sejak Suromo fokus pada seni grafis cukil kayu, banyak seniman yang mengikuti jejaknya, seperti Baharuddin Marahsutan, Oesman Effendi, Zaini, dan Mochtar Apin.
Baca juga: Affandi, Maestro Seni Lukis Indonesia
Usai peristiwa 1965, banyak seniman Lekra ditangkap oleh pemerintah karena dituduh berafiliasi dengan PKI.
Dalam peristiwa itu, Suromo lolos dari penangkapan lalu menjadi wiraswasta. Kendati demikian, ia masih tetap berkarya di bidang seni lukis, keramik, dan cukil kayu, meski tidak mengadakan pameran lagi.
Suromo menjadi wiraswasta dan menggeluti dunia seni cukil hingga akhir hayatnya. Ia meninggal pada 23 Januari 2003 di rumahnya di Yogyakarta.
Referensi: