优游国际

Baca berita tanpa iklan.
Tujuan Lestari terkait

Mimpi Kartini, Jejak Perjuangan Pendidikan Perempuan dari Masa ke Masa

优游国际.com - 19/04/2025, 07:00 WIB
Silmi Nurul Utami

Penulis

KOMPAS.com - Bayangkan kamu terlahir sebagai perempuan di masa lalu, di tanah nusantara yang masih dijajah. Keluar rumah harus seizin keluarga, berbicara dibatasi, sekolah? Bahkan memimpikannya pun dianggap tak pantas.

Perempuan ditempatkan hanya sebagai pelengkap, bukan sebagai subjek yang punya suara. Beginilah potret kelam sejarah pendidikan perempuan di Indonesia sebelum munculnya sosok revolusioner bernama Raden Ajeng Kartini.

Ia bukan hanya nama dalam buku sejarah. Ia adalah percikan awal kesadaran, bahwa perempuan juga punya hak untuk berpikir, belajar, dan berkarya.

Baca juga: Biografi RA Kartini, Pejuang Emansipasi Perempuan

Mimpi Kartini tentang kesetaraan pendidikan bagi perempuan menjadi tonggak penting dalam sejarah pendidikan perempuan di Indonesia, yang terus diperjuangkan hingga Hari Kartini 21 April 2025 demi menciptakan masa depan yang lebih inklusif dan setara.

Yuk kita simak perjuangan Kartini dalam membangun kesetaraan pendidikan bagi perempuan di Indonesia!

Pendidikan perempuan sebelum abad ke-20: terkekang oleh budaya dan kolonialisme

Sebelum abad ke-20, perkembangan pendidikan perempuan nyaris tidak ada. 

Menurut Ardiansyah, dkk dalam jurnal berjudul Pendidikan Telaah Kritis Paradigma dan Problematika Perempuan di Indonesia (2024), selama masa penjajahan Belanda, akses pendidikan sangat terbatas untuk perempuan.

Pendidikan lebih diperuntukkan bagi laki-laki dari kalangan bangsawan. Perempuan hanya diberi pelajaran domestik seperti menjahit, memasak, atau mengurus rumah tangga.

Bahkan bagi bangsawan perempuan seperti Kartini, pendidikan formal hanya berlangsung sebentar, sebelum masa “pingitan” tiba. Pingitan adalah tradisi di mana gadis remaja dilarang keluar rumah hingga menikah.

Paradigma patriarki semakin menebal karena pengaruh kolonial. Masyarakat memandang bahwa perempuan cukup menjadi istri yang baik, tanpa perlu pendidikan tinggi. Pandangan seperti inilah yang coba dilawan oleh Kartini lewat pemikirannya.

Baca juga: Sikap Teladan dari Raden Ajeng Kartini

Cerita kartini dan pendidikan

Cerita Kartini dan pendidikan berawal dari keresahannya terhadap realitas perempuan yang dibatasi oleh adat.

Menurut Fitriani dan Anisah Fitri Melenia dalam Potret Sejarah Pendidikan Perempuan: Studi Tentang Pendidikan Perempuan di Indonesia (2024), Kartini sadar bahwa hanya pendidikan yang bisa membuka jalan emansipasi bagi perempuan.

Kartini mulai berkirim surat dengan teman-teman dari Belanda. Ia membaca buku-buku yang memperluas wawasannya. Di tengah keterbatasan budaya, ia tetap melawan, bukan dengan teriakan, tapi dengan pena dan pemikiran.

Ia menganjurkan emansipasi perempuan, bukan agar perempuan melawan laki-laki, tapi agar mereka punya kemampuan mendidik generasi masa depan dengan bijak dan berdaya.

Baca juga: Pengertian Emansipasi Wanita

Pemikiran Kartini perlahan membentuk langkah konkret.

Menurut Bimo Abomayu dan Reka Seprina dalam Kisah Perjalanan R.A. Kartini terhadap Pendidikan untuk Kaum Wanita di Pulau Jawa (2023), pada 20 November 1900, Direktur Pendidikan Belanda J.H. Abendanon menyebarkan surat edaran berisi gagasan Kartini tentang pentingnya pendidikan perempuan.

Kartini bahkan mengirim karya ukiran Jepara ke pameran di Den Haag, membuktikan bahwa perempuan Jawa bisa berkarya dan dihargai.

Puncaknya, pada Juni 1903, Kartini membuka sekolah perempuan pertama di Jepara. Bermula dari satu murid, sekolah itu berkembang.

Kartini mengajarkan membaca, menulis, menggambar, memasak, pelajaran agama, dan keterampilan hidup lainnya. Inilah cikal bakal peran perempuan dalam pendidikan Indonesia yang kelak akan meluas.

Baca juga: Apa Arti Emansipasi? 

Kartini tidak sendiri. Setelahnya muncul tokoh lain seperti Dewi Sartika di Bandung dan Maria Walanda Maramis di Minahasa.

Perkembangan pendidikan perempuan mulai tampak. Memasuki awal abad ke-20, semakin banyak perempuan dari berbagai daerah yang berani masuk sekolah, meskipun diskriminasi dan tantangan masih ada.

Menurut Karlina Hudaidah dalam Pemikiran Pendidikan dan Perjuangan Raden Ayu Kartini Untuk Perempuan Indonesia (2020), setelah era Kartini, perempuan mulai diperbolehkan duduk di bangku sekolah, bahkan hingga ke tingkat lebih tinggi.

Ketimpangan antara perempuan dan laki-laki mulai dikoreksi, meskipun belum sepenuhnya hilang.

Semangat Kartini menjadi pondasi bagi munculnya kesadaran baru bahwa perempuan bukan sekadar pelengkap, melainkan aktor penting dalam kemajuan bangsa.

Tantangan pendidikan perempuan hari ini

Hari Kartini 2025 seharusnya tidak hanya menjadi momen seremonial. Karena hingga saat ini, tantangan dalam dunia pendidikan perempuan masih nyata.

Masih banyak perempuan yang putus sekolah karena pernikahan dini, kehamilan remaja, atau tekanan ekonomi keluarga.

Baca juga: Hari Kartini 2025 Tanggal Berapa? Ini Contoh Tema Acaranya!

Adapun Menurut Ardiansyah, dkk dalam jurnal berjudul Pendidikan Telaah Kritis Paradigma dan Problematika Perempuan di Indonesia (2024), disebutkan bahwa stereotip gender masih hidup subur.

Perempuan didorong masuk ke bidang "feminin", sementara sains dan teknologi masih dianggap milik laki-laki. Ini menyebabkan rendahnya partisipasi perempuan dalam bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics).

Lebih dalam lagi, masalah ketimpangan gender juga diperparah oleh tafsir agama yang keliru dan budaya patriarki yang masih mengakar.

Maka dari itu, solusi yang ditawarkan tidak bisa hanya berupa akses fisik ke sekolah. Diperlukan perubahan paradigma, bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap manusia, tanpa memandang jenis kelamin.

Baca juga: 3 Jenis-Jenis Diskriminasi

Peringatan Hari Kartini 21 april 2025

Sejarah Hari Kartini ditetapkan untuk menghormati kelahiran R.A. Kartini pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Namun peringatan Hari Kartini setiap tahunnya seringkali terbatas pada lomba kebaya dan puisi.

Padahal esensi perjuangan Kartini jauh lebih dalam: membebaskan perempuan dari kebodohan dan keterbelakangan.

Di Hari Kartini 21 April 2025 ini, marilah kita refleksikan kembali makna perjuangan Kartini. Pendidikan perempuan adalah perjuangan lintas zaman.

Apa yang Kartini mulai, harus kita lanjutkan dengan cara-cara kita hari ini: memperjuangkan akses pendidikan yang merata, membebaskan perempuan dari batas-batas stereotip.

Juga, memastikan bahwa anak perempuan di pelosok negeri punya hak yang sama untuk bermimpi seperti halnya anak laki-laki.

Baca juga: Pengertian Diskriminasi: Penyebab, dan Cara Menghindarinya

Lebih dari seabad lalu, seorang perempuan muda dari Jepara menyalakan api perubahan lewat surat dan semangat belajar.

Kini, giliran kita meneruskan nyala itu. Peran perempuan dalam pendidikan bukan hanya cerita masa lalu, ia adalah kenyataan yang harus terus diperjuangkan hari ini dan esok.

Mimpi Kartini belum usai. Di setiap anak perempuan yang berani mengejar ilmu, di setiap guru perempuan yang berdiri di depan kelas, dan di setiap ibu yang mendidik anak-anaknya dengan cinta dan ilmu, di sanalah mimpi Kartini hidup kembali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

A member of

Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Komentar
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses 优游国际.com
atau