KOMPAS.com – Isu mengenai keterjangkauan rumah subsidi bagi pekerja dengan gaji Upah Minimum Regional (UMR) kembali mencuat di tengah upaya pemerintah memperluas akses perumahan melalui program subsidi.
Banyak kalangan gagal paham mengenai perluasan batas maksimal penghasilan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang baru-baru ini diumumkan.
Bahkan, mereka mempertanyakan apakah pekerja bergaji UMR benar-benar bisa memiliki rumah subsidi, terutama dengan kenaikan batas maksimal penghasilan Pada 10 April 2025.
Baca juga: Kelas Menengah Tanggung Bergaji Rp 14 Juta Masih Bisa Beli Rumah Subsidi
Pertanyaan-pertanyaan tersebut viral di sejumlah platform media sosial seperti X, Instagram, Facebook, TikTok, maupun Youtube.
Padahal, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait justru memperluas batasan maksimal penghasilan, bukan batasan minimal penghasilan per bulan, khususnya di wilayah Jabodetabek.
Kini, batas maksimal alias gaji tertinggi MBR yang bisa mengakses rumah subsidi ditetapkan sebesar Rp 12 juta untuk lajang dan Rp 14 juta untuk yang sudah menikah, naik dari sebelumnya Rp 13 juta untuk status menikah.
Ini artinya MBR dengan gaji UMR di bawah Rp 14 juta, sangat bisa mengakses pembiayaan rumah subsidi.
Namun sayangnya, ketentuan yang akan diresmikan melalui Keputusan Menteri (Kepmen) PKP pada 21 April 2025, ini memicu diskusi luas karena ketidakpahaman akan arti "batasan maksimal" tersebut.
Kenaikan batas maksimal penghasilan MBR ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan kenaikan harga hunian di perkotaan, khususnya Jabodetabek.
Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menjelaskan kepada 优游国际.com, bahwa dengan batas maksimal gaji Rp 14 juta, lebih banyak segmen masyarakat yang mampu mencicil rumah subsidi.
Baca juga: Catat, Dokumen yang Diperlukan untuk Mendapatkan Rumah Subsidi
“Kalau hanya Rp 8 juta, khawatirnya MBR tidak sanggup membayar cicilan. Dengan penyesuaian ini, lebih banyak yang bisa masuk,” ujarnya.
Padahal, harga rumah subsidi pada 2025 masih berdasarkan Kepmen PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023, berkisar antara Rp 185 juta hingga Rp 234 juta, tergantung lokasi.
Dengan uang muka sekitar 1 persen (sekitar Rp 1,85 juta-Rp 2,34 juta) dan cicilan bulanan untuk tenor 20 tahun yang bisa mencapai Rp 1 juga-Rp 2 juta, beban finansial ini akan terasa ringan bagi pekerja UMR.
Seorang pekerja dengan gaji Rp 5 juta, misalnya, akan mengalokasikan 30 persen pendapatannya atau Rp 1,5 juta untuk cicilan per bulan.
Oleh karena itu, Menteri PKP Maruarar Sirait kembali menegaskan, bahwa pemerintah tengah berupaya memastikan rumah subsidi tepat sasaran, termasuk untuk pekerja informal.
Baca juga: Lokasi Rumah Subsidi untuk Guru, Ojol, Buruh, dan Wartawan