Ia menegaskan, kegiatan semacam itu hanya akan menambah beban finansial orang tua, bahkan ada yang sampai berutang atau menjual barang demi memenuhi biaya tersebut.
"Tidak boleh anak piknik di atas rintihan orangtua. Saya tahu bagaimana kondisi ekonomi masyarakat Jawa Barat. Banyak orangtua yang terpaksa berutang atau menjual barang demi membiayai study tour anaknya. Ini bukan hal sepele," tegasnya.
Dedi juga mengkhawatirkan munculnya kesenjangan sosial di sekolah akibat perbedaan kemampuan orang tua dalam membiayai study tour.
"Posisi siswa di kelas bisa menjadi minder karena tidak ikut study tour. Ini melahirkan masalah sosial. Saya melarang study tour karena saya peduli dan sayang terhadap warga Jawa Barat, bukan karena alasan lain," jelasnya.
Sebagai solusi, ia menyarankan kegiatan edukatif di luar kelas tetap bisa digelar tanpa harus bepergian jauh atau menguras kantong.
"Kalau memang mau study tour, tidak usah jauh-jauh. Lingkungan sekitar masih banyak yang bisa dijadikan bahan pembelajaran. Sampah menumpuk di mana-mana, sekolah masih banyak yang kumuh, itu yang seharusnya menjadi perhatian," tutur Dedi.
Baca juga:
Menurutnya, pendidikan bukan tentang sejauh apa anak pergi, tapi tentang seberapa bermakna pengalaman yang mereka dapatkan.
"Saya tidak melarang study tour dalam arti sebenarnya, tapi faktanya selama ini lebih ke arah piknik. Saya ingin memastikan bahwa pendidikan di Jawa Barat benar-benar mengutamakan substansi, bukan sekadar perjalanan tanpa esensi. Jika ada kepala sekolah yang tetap bersikeras mengadakan study tour, silakan berhadapan langsung dengan saya," tegasnya.
Kebijakan ini, lanjut Dedi, merupakan bagian dari upaya membangun pendidikan berkarakter di Jawa Barat dan memastikan bahwa subsidi pendidikan yang diberikan pemerintah benar-benar dirasakan oleh masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.