KOMPAS.com - Berita mengenai respons China menghadapi kenaikan tarif impor dari Amerika Serikat yang mencapai 245 persen memuncaki Populer Global saat ini.
Sementara di bawahnya, terdapat artikel tentang sejumlah jaksa negara bagian Amerika Serikat yang mengggugat Donald Trump atas pencabutan ratusan visa mahasiswa asing.
Berita lainnya yang banyak dibaca di kanal Global 优游国际.com mengenai kepemilikan nuklir Iran yang tak bisa dinegosiasikan.
Baca juga:
Selengkapnya, berikut ini adalah daftar artikel Populer Global edisi Kamis (17/4/2025) hingga Jumat (18/4/2025) pagi.
Pemerintah China mengaku tak gentar dengan keputusan Amerika Serikat (AS) pada Selasa (15/4/2025), yang menetapkan tarif impor sebesar 245 persen untuk produk-produk dari "Negeri Tirai Bambu".
Pernyataan keras ini disampaikan Kementerian Luar Negeri China pada Kamis (17/4/2025), menyusul berbagai tarif tambahan, termasuk tarif balasan sebesar 125 persen, tarif 20 persen terkait krisis fentanil, serta tarif lain berkisar antara 7,5 persen hingga 100 persen untuk produk tertentu.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump pada Rabu (2/4/2025) mengumumkan penerapan tarif tambahan yang cukup tinggi terhadap banyak negara.
Baca selengkapnya di sini.
Sebanyak 20 jaksa agung negara bagian di Amerika Serikat (AS) mengeluarkan perintah darurat yang melarang otoritas imigrasi mencabut visa ratusan mahasiswa internasional.
Dalam dokumen hukum yang diajukan pada Jumat (11/4/2025), sebagaimana diberitakan USA Today, para jaksa agung menyatakan bahwa sekitar 700 mahasiswa internasional telah kehilangan status visa mereka.
Beberapa di antaranya bahkan dipaksa meninggalkan AS jelang kelulusan.
Baca selengkapnya di sini.
Baca juga: Diduga Pro-Palestina, Mahasiswi Asal Turkiye Diculik dan Ditahan oleh Imigrasi AS
Iran menegaskan pada Rabu (16/4/2025) bahwa haknya untuk memperkaya uranium tidak akan menjadi bahan negosiasi dalam pembicaraan nuklir dengan Amerika Serikat (AS).
Hal ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, menjelang putaran kedua perundingan yang dijadwalkan berlangsung pada Sabtu (19/4/2025) di Roma, Italia.
"Kami siap membangun kepercayaan terkait kekhawatiran atas pengayaan uranium Iran, tetapi prinsip pengayaan itu sendiri tidak dapat dinegosiasikan,” kata Araqchi.