BOSTON, KOMPAS.com – Rumeysa Ozturk (30), mahasiswi doktoral asal Turkiye di Universitas Tufts, Amerika Serikat, ditangkap secara tiba-tiba di Somerville, Massachusetts, pada Selasa (25/3/2025).
Tanpa peringatan, petugas bermasker segera membawanya pergi, hanya beberapa saat sebelum ia hendak berbuka puasa dengan teman-temannya.
Juru bicara Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, Tricia McLaughlin, menyatakan bahwa Ozturk ditahan karena diduga terlibat dalam aktivitas yang mendukung Hamas.
Baca juga: Visa Dicabut Usai Demo Pro-Palestina, Mahasiswa Universitas Columbia Tinggalkan AS
Setahun sebelum penangkapannya, wanita berusia 30 tahun ini diketahui pernah menulis opini di surat kabar Tufts Daily, mengkritik respons kampus terhadap tuntutan mahasiswa untuk menarik investasi dari perusahaan yang menjadi relasi Israel.
Ia juga dilaporkan menyebut serangan Israel di Palestina sebagai kejahatan genosida.
Pengacaranya, Mahsa Khanbabai, menilai bahwa penangkapan ini adalah serangan terhadap kebebasan berpendapat.
Khanbabai menambahkan bahwa Ozturk seolah diculik di siang bolong dan mengecam cara petugas menahannya.
Tak lama setelah itu, ia mengajukan gugatan hukum dengan alasan bahwa penahanan terhadap kliennya tidak berdasar.
Atas gugatan tersebut, Hakim Distrik AS, Indira Talwani, kemudian memerintahkan agar Ozturk tidak dipindahkan dari Massachusetts tanpa pemberitahuan, setidaknya 48 jam sebelumnya.
Namun, pada Rabu (26/3/2025) malam, mahasiswi Program Studi Anak dan Pengembangan Manusia ini dibawa secara diam-diam ke Louisiana, yang merupakan lokasi pusat penahanan imigrasi, untuk dicabut visanya.
Penangkapan ini kemudian memicu kontroversi, terutama di kalangan aktivis mahasiswa dan kelompok hak asasi manusia.
Baca juga: Status Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia Terancam Ditangguhkan
Para demonstran yang menentang hal ini turun ke jalan sambil membawa spanduk bertuliskan “Resist,” “Defend student voices,” dan “Release Rumeysa Ozturk now!”
Senator AS Elizabeth Warren dari Partai Demokrat juga mengecam tindakan tersebut dan menyebutnya sebagai cara yang berbahaya untuk membungkam kebebasan sipil.
Menanggapi hal ini, Presiden Tufts University, Sunil Kumar, menyatakan bahwa pihak universitas tidak mendapatkan informasi apa pun.
Ia juga menyadari bahwa insiden tersebut akan menimbulkan kegelisahan bagi mahasiswa internasional.
Sementara itu, pemerintah Turkiye melalui kedutaannya di Washington menyatakan sedang berkoordinasi dengan otoritas AS untuk memastikan hak-hak Ozturk terlindungi.
Diketahui, sejak kembali menjabat, Presiden Donald Trump berjanji untuk mendeportasi mahasiswa asing yang terlibat dalam aksi pro-Palestina, dengan alasan bahwa mereka mendukung Hamas dan dapat merusak kebijakan luar negeri AS.
Namun, kelompok aktivis, termasuk komunitas Yahudi progresif, menilai bahwa pemerintahan Trump secara keliru menyamakan kritik terhadap Israel dengan antisemitisme dan dukungan terhadap Hamas.
Baca juga: Universitas Columbia Beri Sanksi Para Mahasiswa Pro-Palestina yang Duduki Kampus
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.