LAGI-lagi Presiden Amerika Serikat Donald Trump membuat kejutan. Setelah sebelumnya pernyataan dan kebijakannya lebih banyak mengarah pada perang Israel-Palestina dan dinamika Kawasan Timur Tengah, kini Trump mengejutkan dunia dengan kebijakan tarif resiprokal yang diluncurkan pada 2 April 2025.
Dalih kebijakan ini adalah menyeimbangkan defisit neraca perdagangan AS dan membebaskan negeri Paman Sam dari ketergantungan ekonomi.
Pada hari yang disebutnya sebagai "Liberation Day" (Hari Pembebasan), Trump menerapkan tarif “baseline” sebesar 10 persen kepada semua negara dan tarif “on top of the baseline” yang beragam pada masing-masing negara.
Ini ditambah dengan narasi bahwa “peluang berdagang dengan AS adalah privilese, bukan hak,” seperti termuat dalam salah satu butir konsiderans kebijakan tersebut.
Dunia pun lintang pukang dibuatnya. Tumpukan dokumen yang dihasilkan dari putaran demi putaran General Agreement on Trade and Tariff (GATT) sejak 1947 hingga 1994 yang kemudian bertransformasi menjadi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 1995 seolah masuk keranjang sampah.
Baca juga: Proteksionisme Baru: AS Sedang Menutup Pintu, Bagaimana Kita?
China langsung menyerang balik dengan menerapkan tarif yang sama, yakni 34 persen terhadap barang-barang AS yang masuk ke negara itu dan mengurangi ekspor mineral kritikalnya.
Selain itu, China juga memasukkan sejumlah perusahaan AS ke dalam “daftar hitam entitas yang tidak bisa dipercaya” (Reuters, 2/4/2025).
Uni Eropa juga menyuarakan ancaman retaliasi tarif. Apalagi, kebijakan Trump ini bisa dinilai sebagai pengkhianatan terhadap kesepakatan awal AS-UE untuk mencapai “zero tariffs and zero subsidies” untuk sejumlah komoditas strategis yang dirintis sejak 2018 (Time.com, 25/7/2018).
Yang mengherankan banyak pihak, Rusia tidak termasuk dalam daftar negara yang terkena kebijakan tarif Trump.
Gedung Putih mengatakan alasan Rusia tidak terkena kebijakan tarif karena sanksi ekonomi yang selama ini dikenakan akibat invasi ke Ukraina telah mencegah perdagangan yang signifikan (Axios, 2/4/2025).
Di dalam negeri, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menyampaikan pernyataan resmi pada 6 April 2025, yang intinya akan mengambil langkah negosiasi, stabilisasi pasar, dan percepatan kerja sama luar negeri lainnya.
Dalam pernyataan itu, pemerintah Indonesia menegaskan tidak akan mengambil langkah retaliasi dan memilih jalur diplomasi. (Siaran Pers Kemenko Perekonomian)
Platform ekonomi alternatif yang mengedepankan kepentingan Global South, seperti G77 dan BRICS, mendapat momentum untuk mewujudkan kerja sama konkret perdagangan antarnegara.
Kebijakan tarif Trump tidak langsung memukul industri suatu negara, tapi membuat harga barang tersebut naik ketika masuk ke AS.
Baca juga: