Sudah lama Trump geram dengan narasi de-dolarisasi BRICS, sementara sudah lama juga pemimpin BRICS mengkritik cara Trump menggunakan tarif dan kebijakan proteksionis sebagai instrumen “tongkat dan wortel” secara sepihak.
Namun, ada satu instrumen yang bisa menjadi kartu truf BRICS, yakni penguasaan terhadap sekitar 30 persen produksi minyak dunia.
Karena itu, selain terus mendorong arsitektur keuangan global baru melalui pembentukan “pesaing” Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF), kini saatnya BRICS memperdalam kerja sama perdagangan sesama negara anggotanya.
Dengan magnitudo yang dibawa oleh masing-masing anggotanya, kolaborasi perdagangan BRICS berpotensi mengubah perimbangan kekuatan dunia.
Indonesia memiliki rekam jejak sejarah sebagai solidarity maker dari negara-negara berkembang, sejak Konferensi Asia Afrika 1955 dan Gerakan Non-Blok 1961.
Kini, Indonesia dapat kembali memainkan peran solidaritas tersebut. Apalagi dengan bobot sebagai salah satu negara dengan PDB terbesar di dunia yang tercermin dalam keanggotaan G20.
Baca juga:
Sejumlah posisi dapat di-leverage Indonesia dalam mengambil peran signifikan, yakni sebagai anggota pendiri G77 dan satu-satunya negara Asia Tenggara di BRICS. Interseksi ini memungkinkan ruang manuver yang cukup luas.
Walaupun secara resmi pemerintah telah menyatakan akan mengedepankan negosiasi dalam menghadapi kebijakan tarif AS, gerak cepat Presiden Prabowo Subianto bertemu PM Malaysia Anwar Ibrahim pada 7 April 2025, patut diapresiasi karena memberi pesan kesiapan Indonesia berkolaborasi dalam menghadapi ketidakpastian global.
Indonesia harus cermat mengambil peluang di tengah krisis. Komunikasi asertif sangat diperlukan dalam masa krusial ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.