WASHINGTON DC, KOMPAS.com — CEO Tesla sekaligus Penasihat Presiden Amerika Serikat (AS) saat ini, Elon Musk, telah melobi Donald Trump secara langsung untuk membatalkan kebijakan tarif impor besar-besaran terhadap China.
Namun, upaya tersebut belum membuahkan hasil, mengingat Trump justru menambahkan tarif sebesar 50 persen setelah sebelumnya 34 persen kepada Negeri Tirai Bambu.
Sebagai pengusaha global dengan pabrik dan pasar di AS dan China, pria berusia 53 tahun ini menentang keras kebijakan tarif impor AS.
Baca juga: Trump Ancam Tarif Baru 50 Persen untuk China, Pasar Saham Dunia Berguncang
Pasalnya, kebijakan tersebut berdampak cukup signifikan terhadap perusahaannya, di mana harga saham Tesla turun lebih dari 2,5 persen pada Senin (8/4/2025), dengan ditutup di angka 233,29 dollar AS.
Sejumlah pemimpin industri teknologi yang semula mendukung Trump juga kecewa karena tidak dapat memengaruhi arah kebijakan ekonomi yang mereka nilai merugikan industri dan konsumen AS sendiri.
Di antara mereka, investor Joe Lonsdale mengaku telah menyuarakan keberatannya kepada rekan-rekan di lingkaran Trump, dengan menilai tarif itu lebih merugikan perusahaan AS dibanding China.
Kritik juga datang dari Kimbal Musk, saudara Elon sekaligus petinggi di Tesla, di mana ia menganggap Trump sebagai presiden dengan pajak tertinggi dalam beberapa dekade.
Ironisnya, pernyataan pedas ini muncul hanya beberapa minggu setelah Kimbal berterima kasih kepada Trump atas acara yang menampilkan mobil Tesla di halaman Gedung Putih.
Menurut laporan The Washington Post, sekelompok pengusaha tengah menyusun koalisi informal untuk menekan pemerintahan Trump agar melunak.
Baca juga:
Mereka berharap Menteri Keuangan Scott Bessent dapat memengaruhi arah kebijakan ini.
Akan tetapi, harapan itu terganjal dengan sikap keras Menteri Perdagangan Howard Lutnick, yang dulunya dikenal sebagai sekutu Musk, tapi kini menjadi pendukung kuat proteksionisme.
Di media sosial, Musk turut menyuarakan pendapatnya atas kebijakan tarif dengan menyindir Peter Navarro, penasihat perdagangan utama Trump dan perancang utama tarif baru ini, sebagai alumni Universitas Harvard.
“Gelar PhD Ekonomi dari Harvard bukan hal baik, malah sebaliknya,” tulis Musk di X.
Navarro sendiri menolak memberikan komentar. Namun Gedung Putih membela timnya, menyebut bahwa kebijakan yang diambil mencerminkan kepemimpinan Trump yang kuat dan inklusif.
Kendati demikian, Musk bukan pertama kali bertentangan dengan Trump soal kebijakan perdagangan.
Pada 2020, Tesla menggugat pemerintahan Trump atas tarif yang dikenakan terhadap komponen dari China.
Walau awalnya mendukung gugatan tersebut, Musk kemudian mengecam keputusan itu secara internal, setelah muncul kritik tajam dari kelompok konservatif yang menuduhnya terlalu dekat dengan Beijing.
CEO SpaceX ini juga tercatat telah menghabiskan dana lebih dari 250 juta dollar AS (sekitar Rp 4,2 triliun) untuk mendukung Trump dalam pemilu 2024.
Baca juga:
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.