KOMPAS.com - Menghadapi riwayat penyakit stroke bukanlah hal yang mudah agar bisa lolos lagi dari kemungkinan serangan di kemudian hari.
Menurut penelitian Prasanna Tadi dan Forshing Lui (2023) di StatPearls, serangan stroke berisiko berulang.
Risiko stroke berulang 19,8 persen dalam 5 tahun dan 26,8 persen dalam 10 tahun.
Risiko serangan stroke berulang tanpa menyebabkan kematian pada penderitanya tidak ada batasan yang jelas, seperti yang dikutip dari Medical News Today.
Biasanya, salah satu obat yang akan dianjurkan dokter untuk diminum pasien dengan stroke adalah obat tekanan darah.
Baca juga: Ada 3 Jenis Penyakit Stroke, Bagaimana Cara Mencegahnya?
Tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan faktor risiko stroke yang sangat umum.
Mengutip AHA Journals, hipertensi memiliki pengaruh besar, sekitar 25-50 persen, untuk memicu serangan stroke.
Dalam uji klinis maupun studi, telah terbukti bahwa menurunkan tekanan darah tinggi adalah cara efektif mengurangi risiko stroke pertama maupun berulang.
Dikutip dari American Heart Association (AHA), hipertensi berisiko menyebabkan stroke karena tekanan darah yang tinggi bisa merusak arteri di otak.
Semakin lama, dinding pembuluh darah yang melemah karena tekanan tinggi bisa berakhir pecah.
Kebocoran itu bisa membuat bagian otak tertentu tidak mendapatkan darah yang kaya oksigen dan nutrisi sesuai kebutuhan.
Saat itulah stroke bisa terjadi.
Sel-sel otak yang tidak mendapatkan darah dengan cukup bisa rusak, bahkan mati permanen hanya dalam beberapa menit saja.
Baca juga: Benarkah Mencium Aroma Roti Panggang Gosong Pertanda Stroke? Ini Kata Dokter
Dr. Santi sebagai Health Management Specialist Corporate HR ÓÅÓιú¼Ê Gramedia mengatakan bahwa orang dengan riwayat stroke harus mengontrol tekanan darah yang ketat.
“Karena tensi naik tidak selalu memberikan gejala. Kebanyakan enggak ada gejala,” kata Santi kepada ÓÅÓιú¼Ê.com pada Rabu (16/4/2025).