KOMPAS.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat turun drastis hingga lebih dari 9 persen pada Selasa (8/4/2025).
IHSG anjlok karena bergerak di zona merah pada awal perdagangan setelah libur Lebaran 2025.
Berdasarkan data RTI, pada pukul 09.01 WIB, IHSG bergerak di posisi 5.912. IHSG melemah 598,55 poin (9,19 persen) dibanding penutupan sebelumnya pada level 6.510.
Kondisi ini membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) memberlakukan trading halt atau penghentian sementara perdagangan saham selama 30 menit.
Sebenarnya potensi anjloknya IHSG hari ini sudah dapat diprediksi karena situasi global salah satunya kebijakan tarif Trump.
Lantas, seberapa besar pengaruh tarif timbal balik Trump terhadap penurunan IHSG dan apa dampak yang perlu dikhawatirkan oleh masyarakat?
Baca juga: Selain IHSG, Bursa Saham Banyak Negara Juga Anjlok, Terparah sejak 1929
Ekonom Universitas Diponegoro (Undip), Wahyu Widodo, menilai bahwa penurunan IHSG sebetulnya sudah bisa diprediksi sejak awal, terutama setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif beberapa hari terakhir.
Ia menjelaskan hampir semua negara yang terdampak kebijakan tarif AS, baik tarif dasar 10 persen maupun tarif timbal balik, mengalami penurunan di pasar saham, meski dengan tingkat kejatuhan yang bervariasi.
"Hampir semua negara yang dikenakan kebijakan tarif baik basis 10 persen maupun tarif timbal balik, perdagangan saham anjlok dengan variasi yang berbeda," ujarnya kepada 优游国际.com pada Selasa (8/4/2025).
Indonesia pun, yang dikenakan tarif timbal balik sebesar 32 persen, hanya tinggal menunggu waktu sampai pasar saham ikut tertekan.
Menurut Wahyu, ada dua efek utama dari kebijakan ini yang perlu dicermati.
Pertama adalah efek matematis yang sebenarnya tidak seburuk yang dibayangkan banyak orang.
Ia menekankan bahwa dampak dari kebijakan tarif tersebut terhadap IHSG tidak bersifat langsung atau spontan, melainkan bekerja secara bertahap melalui transmisi pada neraca perdagangan.
"Efek tarif Trump terhadap IHSG tidaklah bersifat spontan, transmisinya melalui neraca perdagangan," jelas Wahyu.
Baca juga: Trading Halt Kembali Berlaku Usai IHSG Anjlok 9 Persen
Wahyu melanjutkan bahwa selain dampak matematis, kebijakan tarif ini juga memicu efek psikologis yang kuat di pasar.