KEPUTUSAN Presiden Prabowo Subianto mengenai efisiensi anggaran dalam pelaksanaan APBN 2025 berdampak signifikan terhadap Lembaga Penyiaran Publik (LPP), yakni Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI).
Pemotongan anggaran ini berimbas langsung pada operasional, produksi konten, serta daya saing mereka dalam lanskap media yang semakin kompetitif.
Seperti yang disampaikan oleh Juru Bicara RRI, Yonas Markus Tuhuleruw, efisiensi anggaran di RRI mencapai hampir sepertiga dari pagu anggaran 2025.
Padahal, sebagai media publik, LPP seharusnya mendapat perhatian khusus dalam transformasi kelembagaan dan pendanaannya.
Direktur Utama TVRI mencatat, BBC memiliki anggaran Rp 90 triliun setahun dan NHK Rp 70 triliun sehingga bisa membuat program televisi berkualitas dan mendunia. Jumlah anggaran TVRI dan RRI jika digabung tak sampai 3 persen dari BBC (优游国际.id, 22/1/2025).
Baca juga:
Sebagai informasi, RRI menghadapi pemangkasan anggaran sebesar Rp 300 miliar dari total anggaran Rp 1,7 triliun untuk tahun 2025.
Sedangkan anggaranTVRI diefisiensikan sebanyak 48 persen atau sebesar Rp 732,29 miliar, dari anggaran semula yang capai Rp 1,52 triliun.
Dampak dari kebijakan ini telah menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi ribuan pegawai kontrak di berbagai daerah.
Menurut catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), lebih dari 1.000 kontributor RRI dan TVRI terkena PHK. Kebijakan ini semakin memperburuk kondisi ketenagakerjaan di sektor media Indonesia.
Di media sosial, beredar video bernuansa getir dari penyiar RRI Ternate dan kontributor TVRI Yogyakarta yang kehilangan pekerjaannya.
Dalam salah satu video, penyiar RRI terlihat tak kuasa menahan tangis saat menyampaikan ironi di balik kebijakan makan gratis bagi anak-anak, sementara banyak orangtua kehilangan pekerjaan akibat pemangkasan anggaran.
Selain itu, sejumlah pemancar AM dan FM dinonaktifkan sementara, dan pendengar RRI Pro 4 di beberapa daerah dialihkan ke kanal streaming RRI Digital.
Di tengah tren digitalisasi, transisi ini seharusnya menjadi peluang untuk memperkuat kehadiran LPP dalam ruang digital. Namun, tanpa strategi yang jelas, perubahan ini justru berisiko memperlemah peran LPP di masyarakat.
Baca juga:
Sejak era 1990-an, para ahli telah memperingatkan bahwa digitalisasi akan mengubah perilaku audiens secara drastis.
Elihu Katz menyoroti bagaimana masyarakat yang sebelumnya terintegrasi melalui siaran televisi dan radio kini semakin terfragmentasi oleh banyaknya pilihan media digital.