KOMPAS.com - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Dirjen Pajak Kemenkeu) Suryo Utomo memastikan akan mengembalikan uang wajib pajak yang sudah telanjur membayar pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen.
Namun, mekanisme pengembalian kelebihan bayar PPN tersebut masih dalam tahap pembahasan lebih lanjut.
"Prinsipnya kalau sudah kelebihan dipungut, ya mesti dikembalikan," ujarnya, dalam di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta Selatan, Kamis (2/1/2025).
Sebagaimana diketahui, tarif PPN 12 persen tetap berlaku mulai 1 Januari 2025, tetapi hanya untuk barang-barang mewah yang dikenakan pajak penjualan barang mewah (PPnBM).
Sementara itu, barang dan jasa lain yang selama ini dikenakan tarif PPN 11 persen, tetap diberlakukan 11 persen dengan mekanisme PPN 12 persen dikali nilai lain 11/12.
Namun, di lapangan, beberapa barang dan layanan sudah telanjur menaikkan pungutan pajak menjadi 12 persen, meski barang/jasanya tidak terdampak perubahan tarif.
Baca juga: 3 Poin Penting dalam PMK 131 Tahun 2024 yang Atur PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah
Suryo mengungkapkan, pihaknya akan menyusun cara atau prosedur pengembalian kelebihan PPN yang sudah dibayarkan wajib pajak.
Menurut dia, cara mengembalikan kelebihan pungutan pajak dapat bermacam-macam, baik melalui pengembalian langsung kepada wajib pajak atau membetulkan faktur pajak.
DJP Kemenkeu pun mengaku sudah bertemu dengan pengusaha, khususnya peritel, guna melihat kondisi nyata di lapangan.
Hasilnya, ada beberapa peritel yang sudah menggunakan tarif PPN 12 persen dengan dasar pengenaan nilai lain 11/12 seperti yang diharapkan.
"Jadi ternyata mix (ada yang pakai tarif 11 persen dan 12 persen), makanya kami mencoba mendudukkan aturan termasuk juga nanti pada waktu penerbitan faktur pajaknya," tuturnya.
"Secara teknikalitas nanti kita atur, yang jelas haknya wajib pajak pasti akan kita kembalikan," sambung Suryo.
Baca juga: Daftar Lengkap Barang Mewah yang Kena PPN 12 Persen
Suryo mengatakan, pihaknya sudah berdiskusi dengan para pelaku ritel untuk menentukan waktu yang dibutuhkan sebagai masa transisi menyesuaikan sistem.
"Kami lagi duduk diskusi, kira-kira tiga bulan cukup enggak sistem mereka diubah? Itu yang kami coba nanti dudukkan," ungkapnya.
Selama kurun waktu tersebut, DJP akan mencermati apakah ada sistem internal pengusaha yang harus diubah atau diperbaiki untuk memperlancar pengimplementasian kebijakan tarif PPN terbaru.