KOMPAS.com - Calon presiden dari Partai Republik Donald Trump memenangi Pemilu Amerika 2024 usai meraih 277 suara elektoral.
Angka itu jauh mengungguli pesaingnya, Kamala Harris yang meraup 224 suara elektoral, berdasarkan data AP News pada Rabu (6/11/2024) hingga pukul 19.30 WIB.
Hasil ini mengantarkan Trump kembali ke kursi Presiden AS untuk kedua kalinya.
Kemenangan Trump berpotensi memberikan dampak terhadap kebijakan Indinesia, mulai dari perdagangan, target penurunan emisi, hingga peluang ketegangan geopolitik di Laut China Selatan.
Berikut analisis dari akademisi, pengusaha, diplomat, dan pengamat hubungan internasional mengenai dampak Pilpres AS bagi Indonesia.
Baca juga: Donald Trump Menang Pemilu Amerika 2024, Ini Respons Iran dan Hamas
Kalangan pengusaha Indonesia mengaku tidak memiliki ekspektasi tinggi terhadap hasil Pilpres AS.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Hubungan Internasional, Shinta Kamdani menuturkan, merujuk pada rekam jejak pergantian presiden AS, tidak banyak berdampak terhadap perdagangan dan investasi antara Indonesia-AS.
“Dalam parameter pertumbuhan ekspor Indonesia ke AS dan pertumbuhan investasi AS di Indonesia selama ini tidak berubah signifikan antara era Trump dengan era Biden,” ujar Shinta kepada Nurika Manan yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (04/11).
“Keduanya hanya menciptakan pertumbuhan aktivitas ekonomi bilateral secara modest, pertumbuhan kurang lebih 5 persen - 10 persen per tahun, dan konsentrasi kerja sama ekonomi pun tak banyak berubah,” kata perempuan yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Shinta memprediksi, perbedaan yang kentara kemungkinan akan terjadi pada cara pendekatan hubungan bilateral antara Trump dengan Harris. Selebihnya, menurut Shinta akan relatif sama.
Baca juga: Bitcoin dan Dollar AS Melejit Selepas Kemenangan Donald Trump
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengamini pendapat kalangan pengusaha.
Menurut peneliti INDEF, Andry Satrio Nugroho, pendapat tersebut berkaca pada rekam jejak beberapa tahun belakangan dan ketika Trump menjabat Presiden AS.
“Para pelaku usaha kan maunya biaya untuk ketidakpastian itu bisa ditekan. Tapi untuk kedua pasangan sih menurut saya, berkaca pada yang kemarin dan sebelum-sebelumnya, masih belum begitu besar dampaknya ke Indonesia,” kata dia.
Akan tetapi, Direktur Pusat Kajian Wilayah Amerika di Universitas Indonesia (UI), Suzie Sudarman mengingatkan, kebijakan ekonomi Indonesia sama-sama berisiko mengalami kendala, siapa pun pemenang Pilpres AS nanti.
“Kalau Trump sudah mengatakan, anggota BRICS akan terkendala, dalam berdagang ada tarif tinggi,” kata Suzie.
Ia menuturkan, Trump pernah melontarkan ancaman bakal mempersulit perdagangan dengan siapa pun yang mengecilkan nilai tukar mata uang AS.
Baca juga:
Andry Satrio Nugroho dari INDEF mengatakan, selama ini kebijakan ekonomi dan perdagangan Indonesia “masih berkiblat pada China”.
Perdagangan Indonesia, menurut Andry, langsung terdampak ketika permintaan domestik dari China menurun.
Indonesia kesulitan melarikan produk ekspor mengingat ketergantungan yang tinggi terhadap China. Karenanya, perlu antisipasi jika Trump memenangi Pilpres AS.
Ia menduga, kebijakan pembatasan produk-produk China yang diterapkan Trump berpotensi lebih ekstrem dan akan cukup berdampak bagi Indonesia.
“Kalau Harris terpilih, kita akan melihat business as usual saja gitu. Tapi kalau Trump yang terpilih, siap-siap saja.”
Perang dagang antara AS dan China memengaruhi sektor perdagangan global sejak 2018, saat Donald Trump menjabat presiden Amerika Serikat.
Baca juga: Donald Trump Menang Pilpres AS, Bagaimana Nasib Kasus Hukum yang Menjeratnya?
Andry mengatakan era Biden-Harris memang telah menaikkan tarif impor terhadap sejumlah produk China, namun dia memperkirakan jika Trump terpilih maka kebijakan pembatasan akan lebih ketat.