KOMPAS.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) turun tangan mengusut peredaran maklon skincare di Bandung, Jawa Barat yang disebut sebagai mafia skincare beretiket biru.
Dugaan modus yang dilakukan adalah membujuk reseller dari sejumlah brand untuk menjual skincare beretiket biru.
Padahal, skincare beretiket biru adalah produk perawatan kulit yang dibuat secara racikan dan mengandung obat keras.
Sebelum BPOM turun tangan, peredaran mafia skincare ramai di media sosial, salah satunya diunggah akun TikTok @dokterdetektif.
Baca juga: Ramai soal Skincare Etiket Biru, Apa Itu? Ini Penjelasan BPOM
Koordinator Humas BPOM Eka Rosmalasari mengatakan, BPOM telah menindaklanjuti kabar yang beredar di media sosial soal mafia skincare dengan melakukan klarifikasi kepada pihak-pihak yang terkait.
BPOM meminta klarifikasi kepada sarana, perusahaan, atau individu yang diduga melakukan pelanggaran di bidang kosmetik.
“Berdasarkan hasil pengawasan tersebut, ditemukan pelanggaran berulang yang bersifat sistemik sehingga menimbulkan risiko penurunan mutu yang mempengaruhi keamanan produk,” jelas Eka dalam keterangan resmi yang diterima 优游国际.com, Sabtu (12/10/2024).
Baca juga: Mengenal Skincare Copper Peptide dan Manfaatnya bagi Kulit
Terkait pelanggaran berulang yang ditemukan terkait mafia skincare, BPOM memutuskan menghentikan sementara kegiatan produksi dan distribusi kosmetik dan akses pengajuan notifikasi.
Eka menjelaskan, sanksi diberikan selama 30 hari kerja sampai tindakan perbaikan dan pencegahan atau corrective action preventive action dinyatakan selesai.
BPOM juga mengimbau masyarakat untuk melaporkan kepada BPOM atau penegak hukum apabila memiliki informasi atau mencurigai adanya pelanggaran produksi dan peredaran kosmetik.
Baca juga: Benarkah Kulit Wajah Perih Tanda Skincare Mengandung Merkuri? Ini Kata Ahli
Ia menambahkan, saat ini BPOM masih melakukan investigasi dan penelusuran lebih lanjut sebagai upaya penindakan untuk penegakkan hukum.
Jika ditemukan bukti yang mengarah pada pelanggaran pidana, akan dilakukan proses penyidikan atau pro justitia dengan tetap mengedepankan asas praduga tidak bersalah.
“BPOM telah melakukan berbagai upaya penanganan terhadap pelanggaran produksi dan peredaran kosmetik berupa intensifikasi pengawasan, penindakan untuk penegakan hukum, serta bimbingan teknis kepada pelaku usaha dan tenaga medis,” ujar Eka.
“BPOM juga melakukan edukasi kepada masyarakat termasuk melalui kampanye nasional yang berkolaborasi dengan lintas sektor terkait,” tambahnya.
Lebih lanjut, Eka menuturkan, setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan kosmetik beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan, dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda maksimal Rp 5 miliar.