Hak kekayaan intelektual termasuk dalam hal ini hak cipta merupakan salah satu cabang hukum yang berupaya memproteksi karya yang diciptakan oleh manusia.
Undang-undang Hak Cipta bervariasi dan memiliki karakteristik khas dari satu negara ke negara lainnya. Namun secara umum memberikan hak eksklusif kepada para pencipta karya untuk mengontrol penyalinan, distribusi, tampilan, pertunjukan publik dan pembuatan karya turunan dari karya asli.
Dalam konteks regulasi di Indonesia, apakah karya AI dapat diposisikan sebagai pencipta dan diakui sebagai obyek hak cipta menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu terlebih dahulu menelisik kembali Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang memberikan definisi pencipta sebagai seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi, dan orang diartikan sebagai orang perseorangan atau badan hukum.
Mengamati pengertian “pencipta” dalam undang-undang tersebut, secara gramatikal tentulah tidak dapat menempatkan mesin kecerdasan buatan sebagai “pencipta”. Pasalnya, kecerdasan buatan adalah teknologi mesin yang didesain untuk bertindak layaknya manusia yang bergerak berdasarkan algoritma.
Kondisi dilematis dalam menafsirkan dan memosisikan kecerdasan buatan sebagai subjek hukum tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara lain.
Kendati demikian, pengguna kecerdasan buatan tetap bertanggungjawab terhadap karya yang dihasilkan, terlebih pertanggungjawaban atas pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh AI di Indonesia dapat memungkinkan dilakukan dengan memperluas klausul Work Made For Hire (WWFH) pada ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Singkatnya, hak cipta atas karya yang dihasilkan kecerdasan buatan masih merupakan bidang berkembang yang memerlukan perhatian yang cermat dan serius.
Meskipun undang-undang seputar masalah ini bisa jadi rumit dan kompleks, penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk bekerja sama guna memastikan bahwa pembuatan dan distribusi konten yang telah diproduksi oleh kecerdasan buatan berlangsung adil, orisinil dan transparan serta meningkatkan utilitas bagi semua orang tanpa menimbulkan kerugian dan perampasan hak bagi sebagian pihak yang terlibat.
Mengingat urgensitas dampak signifikan dari karya yang dihasilkan mesin kecerdasan buatan dalam proses kerja-kerja kreatif, maka penting kiranya bagi para pemangku kebijakan, baik legislatif maupun eksekutif untuk mendefinisikan ulang hubungan hukum yang tepat antara komputer dan operator atau pemrograman dengan kerangka hukum yang jelas.
Pasalnya, persoalan hak cipta atas karya yang dihasilkan dengan kecerdasan buatan sangatlah kompleks dan mencakup banyak aspek dan lintas sektoral.
Hak kekayaan intelektual, perlindungan data pribadi, potensi pelanggaran privasi dan hak cipta hingga timbul sengketa telah menjadi sejumlah tantangan dan pekerjaan rumah yang harus dihadapi oleh pemerintah sekarang.
Berkaca dari undang-undang yang sedang diperbincangkan di Amerika Serikat pada tahun 2023 soal artificial intelligence, dalam menetapkan kerangka hukum untuk mengatur dan mengendalikan penggunaan teknologi kecerdasan buatan di Amerika Serikat, juga berupaya melindungi masyarakat dari potensi ancaman dan risiko yang mungkin timbul akibat penyalahgunaan kecerdasan buatan sehingga perlu untuk memitigasi kemungkinan tersebut melalui peraturan yang ketat.
Di Indonesia terdapat beberapa regulasi yang cukup relevan dengan masalah kecerdasan buatan, seperti undang-undang 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, maupun peraturan lainnya yang berkelindan seperti Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial.
Salah satu poin dalam isi edaran tersebut menyebutkan bahwa penyelenggaraan kecerdasan artifisial tunduk pada prinsip hukum kekayaan intelektual sesuai peraturan perundang-undangan.
Di tengah minimnya sarana payung hukum di Indonesia yang mengatur secara komprehensif perihal pemanfaatan kecerdasan buatan, tanpa bermaksud mengurangi kebebasan serta kreatifitas masyarakat dalam mengekspresikan karyanya, pemerintah perlu melihat problem kompleks ini dalam kacamata luwes, tidak terperangkap oleh pertimbangan konsekuensi politis semata.
Potensi pencurian data pribadi, kepastian hukum dan kedudukan hak cipta hasil AI dalam rezim hukum kekayaan intelektual dan hal-hal lain yang terkait dengan aktivitas pemanfaatan mesin kecerdasan buatan perlu seyogyanya untuk diketengahkan sekarang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.