KOMPAS.com - Sehari setelah Thanksgiving, masyarakat Amerika Serikat (AS) akan merayakan Black Friday.
Seperti namanya, Black Friday jatuh setiap Jumat terakhir di bulan November. Thanksgiving sendiri dirayakan setiap Kamis terakhir pada bulan yang sama.
Dilansir dari laman , Black Friday atau Jumat Hitam menjadi hari libur tidak resmi bagi banyak karyawan.
Dengan begitu, mulai perayaan Thanksgiving sebagai libur resmi sampai akhir pekan, masyarakat AS akan menikmati liburan lebih panjang dari biasanya.
Saat Black Friday, toko-toko akan memberikan penawaran khusus dan diskon besar-besaran yang sayang untuk dilewatkan.
Bahkan, tak jarang para penjual akan membuka gerai lebih lama dari biasanya untuk memikat pembeli. Hari ini juga menandakan dimulainya musim belanja Natal.
Lantas, seperti apa sejarahnya?
Baca juga: Jumlah Pembeli pada Black Friday 2022 Diprediksi Capai 166,3 Juta
Baca juga:
Terkenal sebagai hari belanja besar-besaran, ternyata awal mula istilah Black Friday berawal dari hal pahit.
Menurut laman , istilah Black Friday semula berkaitan dengan krisis keuangan.
Pada Jumat, 24 September 1869, dua pemodal Wall Street, Jay Gould dan Jim Fisik bekerja sama membeli emas negara sebanyak mungkin dan menjualnya dengan harga tinggi.
Presiden AS Ulysses S. Grant pun turun tangan dan memesan 4 juta dolar AS emas pemerintah untuk dijual di pasar.
Namun, hal ini menyebabkan harga emas anjlok dan memicu kepanikan yang turut menyeret pasar saham turun.
Para investor akibatnya terpaksa menjual portofolio dengan harga terendah untuk menghindari kerugian lebih lanjut.
Peristiwa yang kemudian disebut Black Friday atau Jumat Hitam ini merugikan ekonomi AS dan reputasi pemerintahan Grant.
Versi lain dari Black Friday terjadi pada 1950-an. Kala itu, terjadi kekacauan di Philadelphia, Pennsylvania, sehari setelah perayaan Thanksgiving.