KOMPAS.com - Sepekan setelah ledakan dahsyat di Pelabuhan Beirut, Lebanon, Selasa (4/8/2020) lalu, warga secara perlahan mulai bangkit dari bencana itu.
Hingga saat ini, tercatat lebih dari 160 orang meninggal dunia, 5.000 warga terluka, dan 300.000 penduduk Beirut kehilangan tempat tinggal.
Ledakan tersebut seakan menjadi titik balik reformasi pemerintah yang dianggap tak bisa mengatasi permasalahan negara.
Demonstrasi sejak Oktober 2019 yang sempat terhenti akibat virus corona, kembali pecah dan menduduki sejumlah kantor kementerian.
Terbaru, Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab dan sejumlah menterinya menyatakan mundur dari jabatannya.
Baca juga: Profil Hassan Diab, PM Lebanon yang Mengundurkan Diri Pasca-ledakan Beirut
Lantas, apa saja temuan terkait ledakan di Lebanon sampai saat ini?
Penyidik dan petugas penyelamat menemukan sebuah tempat yang diduga sebagai ruang bawah tanah.
Melansir Al Arabiya English, Senin (10/8/2020), ruang bawah tanah tersebut tampak seperti penampungan darurat bawah tanah yang kemungkinan telah dibangun sejak puluhan tahun lalu.
Temuan itu diketahui ketika petugas tengah memeriksa puing-puing ledakan di sekitar pelabuhan dan mencari korban yang masih hilang.
Namun, pihak tentara Lebanon menyangkal adanya ruangan mencurigakan tersebut.
Salah seorang anak petugas pelabuhan mengatakan, ayahnya pernah menceritakan tentang keberadaan ruangan tersebut.
"Dia pernah meminta kami untuk tidak khawatir saat dia bekerja di pelabuhan, karena ruang aman ini. Mereka menggunakan ruang itu selama perang sipil dan saat pelabuhan diserang. Kami berharap di sana tempat ia bersembunyi saat ini," ujar Tatiana, anak dari Ghassan Hasrouty, petugas pelabuhan yang belum ditemukan.
Baca juga: Penyidik Laporkan Temuan Ruang Bawah Tanah di Lokasi Ledakan Beirut, Lebanon
Kapal kargo yang memuat amonium nitrat diketahui tiba di Lebanon pada September 2013 silam.
Berdasarkan informasi dari situs pelacakan kapal, Fleetmon, nama kapal itu adalah Rhosus dan berlayar dari Georgia menuju Mozambik.
Karena mengalami masalah teknis di laut, para pejabat Lebanon mencegah kapal itu berlayar. Kapal itu pun akhirnya ditinggalkan oleh pemilik dan para awak.