Parapuan.co - Minat sport enthusiast Tanah Air terhadap olahraga trail run kian meningkat dari waktu ke waktu.
Hal ini dibuktikan dari ramainya peserta dalam acara Dieng Caldera Race (DCR) tahun ketiga, yang diadakan di Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah, pada 7 sampai 9 Juni 2024.
Dieng Caldera Race adalah acara sport tourism yang mengajak para pelari trail untuk berkompetisi sambil menikmati pemandangan alam Dieng yang menawan.
“Event DCR 2024 diselenggarakan di Dieng, Wonosobo, salah satunya tujuannya adalah untuk mempersiapkan para pelari Indonesia untuk siap bertanding di UTMB (Ultra Trail du Mont Blanc),” jelas Fandhi Achmad, Founder Dieng Caldera Race, seperti melansir dari .
Dieng terpilih menjadi lokasi kompetisi karena untuk membiasakan para atlet beradaptasi dengan cuaca Chamonix, Prancis, yang sangat dingin.
Pasalnya memang, Dieng dikenal sebagai little Chamonix-nya Indonesia, yang memiliki landscape indah, trek menantang, serta suhu dingin hingga mencapai titik 0 derajat celcius.
Kondisi ini sangat mirip dengan Chamonix di Prancis yang menjadi race central penyelenggaran UTMB.
Terdapat empat kategori yang diperlombakan pada ajang Dieng Caldera Race 2024 ini.
Mulai dari 75 KM, 42 KM, 21 KM dan Fun Trail 10 KM, yang diikuti oleh para trail runner dari Indonesia hingga mancanegara.
Baca Juga:
Untuk kategori 75 KM, 42 KM, dan 21 KM umumnya diikuti oleh para profesional yang sudah berpengalaman.
Sementara Fun Trail 10 KM banyak diikuti oleh pemula, bahkan tim PARAPUAN mendapati peserta anak-anak juga mengikuti kategori ini.
Antusiasme Pelari Perempuan
Jika tahun lalu peserta sebanyak 500-an orang, maka tahun ini Dieng Caldera Race 2024 diikuti oleh 800-an trail runner.
Hebatnya lagi, trail runner perempuan yang ikut pun cukup banyak dan terus bertambah dibandingkan tahun lalu.
"Antusiasme trail runner perempuan juga makin besar. Tahun ini, dari keseluruhan total peserta, 25 persennya (pelari) perempuan," ujar Rilin Purwati, panitia Dieng Caldera Race 2024, saat diwawancara PARAPUAN (8/6/24).
Henny Sutanda, pemenang perempuan di kategori 75 KM Dieng Caldera Race 2024 mengatakan bahwa ajang kompetisi ini memberikan kesan yang menarik baginya.
"Saya memang sering lari road, tapi kalau lari trail dibutuhkan teknik untuk down hill, up hill. Terus endurance-nya juga harus lebih daripada road. Jadi trail ini lebih menantang, lebih seru," cerita perempuan asal Surabaya ini pada PARAPUAN.
Baca Juga:
Sementara pelari perempuan asal Solo yang memenangkan Dieng Caldera Race kategori 42 KM, Yuni Noor Hayati, mengatakan bahwa mengikuti ajang ini bukan sekadar berkompetisi lari biasa saja.
Disampaikan olehnya bahwa sambil trail running, ia juga menikmati pemandangan sekitar Dieng, Wonosobo, yang menawan sehingga rasa lelah terbayarkan dengan keindahan alamnya.
Pameran Budaya dan Teh Nusantara
Event DCR bukan sekadar ajang kompetisi olahraga biasa, karena pada acara ini juga turut meramaikan perayaan budaya dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di daerah sekitar Dieng, Wonosobo.
Maka pada penyelenggaraannya tahun ini, DCR 2024 juga mengadakan pasar UMKM dan Festival Teh Nusantara untuk menunjukkan pesona teh lokal asal Wonosobo yang tersohor.
Dilaksanakan bersama PT. Perkebunan Tambi dan PT. Maju Bersama Tambi, Festival Teh Nusantara ini memamerkan sejumlah produk teh artisan lokal khas Wonosobo yang berkualitas.
Adapun salah satunya yang dipamerkan adalah teh produk Perkebunan Teh Tambi.
Di acara ini pula diadakan sejumlah talkshow dengan pembasahan teh, sekaligus Kawan Puan bisa mengetahui cara meracik teh yang benar dari para ahlinya.
Baca Juga:
Pada area Pasar UMKM dimeriahkan oleh 25 UMKM, yang terdiri dari 17 pelaku usaha kuliner dan oleh-oleh serta 8 stan kerajinan khas Wonosobo.
Stan kuliner menyajikan berbagai makanan khas Wonosobo, seperti mie ongklok dan tempe kemul.
Sementara stan oleh-oleh menjajakan panganan khas seperti manisan carica hingga minuman purwaceng.
Pada area kerajinan khas Wonosobo juga terdapat berbagai macam kerajinan hasil karya warga lokal, seperti batik.
Salah satunya adalah Batik Carica Lestari, sebagai pelopor batik Wonosobo yang dikembangkan sejak tahun 2008.
Batik ini dikembangkan dengan mengenalkan motif-motif batik khas Wonosobo, seperti motif daun carica, purwaceng, alat music bundengan, mie lengger, hingga mie ongklok.
(*)
Baca Juga: